Perlunya Rutin Menulis Tangan

 

perlunya handwriting

Ketika semalam diingatkan Dee Lestari untuk kembali menulis tangan sebagai pemanasan mengawali hari, saya baru sadar kalau saya belum pernah menulis tangan lagi di tahun 2025 ini.

Sebenarnya saya adalah tipe orang yang selalu punya jurnal yang isinya tulisan tangan. Saya memang senang sekali menulis tangan. Sayangnya, tulisan tangan saya bukan tipe yang cantik-cantik ala konten instagram gitu. Melainkan sekedar tulisan curahan hati yang ngalor ngidul nggak jelas. 

Bahkan kadang-kadang isinya bisa sekedar saya ingin belajar menulis indah saja. Saya selalu terobsesi punya tulisan tangan yang cantik dan rapi. Biar bisa dipamerkan di Instagram seperti orang-orang. Sayang, belum tercapai juga.

Buat saya menulis tangan itu fungsional banget. Sekedar menulis karena butuh dan ingin saja. Bisa karena kangen saja ingin menulis tangan atau karena memang sedang ada kegalauan hati yang ingin diluruskan. Buat saya ini paling tepat solusinya dengan mengambil pena lalu mulai mencurahkan semua isi hati.

Saat galau, kalau saya biasanya apa yang diinginkan itu tidak bisa didefinisikan. Pokoknya nggak enak aja. Menulis di kertas, membantu saya melihat apa sih yang sebenarnya terjadi. Mengapa saya begini? Atau apa sih yang sebenarnya saya inginkan? 

Kalau sudah curhat di kertas itu, biasanya waktu 1 jam berlalu dengan cepat. Saya biasa menggunakan buku ukuran A5. Rata-rata kecepatan saya menulis itu 1 halaman sekitar 15 menit. 

Buat saya menulis tangan lebih lambat dibandingkan dengan mengetik. Kalau mengetik dengan kecepatan tinggi, bisa 1000 kata per 30 menit. Sementara untuk menulis paling setengahnya. Belum lagi kalau pakai melamun segala. 

Apakah menulis tangan lebih melelahkan dibandingkan mengetik? 

Kalau buat saya hal itu tergantung apa yang ditulisnya dan suasana latarnya. Apakah menulis lagi benar-benar ingin menulis santai sekedar curhatan tanpa tekanan. Atau menulis yang dikejar tenggat waktu. 

Yang pasti menulis dengan tekanan itu berat, baik menulis tangan maupun mengetik. Beda rasanya dengan menulis santai dengan mood yang baik. Rasanya lebih ringan dan mengalir lancar. Menulis 1 jam rasanya belum apa-apa dan pengen terus lanjut.

Lalu mengapa saya belum menulis tangan lagi tahun ini?

Sebenarnya saya itu sudah membeli jurnal bergaris cantik untuk tahun catatan menulis tulisan tangan tahun ini. Jurnal yang sudah saya beli di toko stationary favorit, Merauke sejak November tahun lalu. 

Dalam 1 tahun, saya selalu punya 3 buku catatan wajib. Pertama adalah notes A6 yang berisi catatan harian per jam. Satu notes berisi catatan selama 6 bulan. Satu hari satu halaman. Saya sudah melakukan ini sejak 2022 dengan tipe notes yang sama. Seri Joyko NB-662 ukuran A6 192 halaman seharga 20 ribuan saja. 

Kedua adalah planner ukuran A5 Seri Joyko NB-701 196 halaman seharga 35 ribuan. Untuk planner, saya paling suka menggunakan kertas tipe dotted. Jadi isinya bisa disesuaikan untuk menyimpan perencanaan selama 1 tahun. 

Dan terakhir adalah buku tulis bergaris biasa. Saya suka pakai seri Joyko yang 240 halaman. Biasanya cukup lah untuk kumpulan curhatan random selama 1 tahun. 

Nah, buku terakhir ini yang belum sempat saya isi sejak awal tahun. Sepertinya karena saya begitu fokus untuk membuat blog post, jadi deh saya kehabisan waktu untuk menulis tangan di buku tersebut.

Selain itu, saya sebenarnya agak bingung untuk menulis apa di buku tersebut. Tahun lalu, catatan curhatan saya lebih banyak yang di google dokumen. Sisanya baru di buku. Gratitude jurnal juga ada yang saya tulis di buku tulis dan ada yang di google dokumen. Jadi sangat berantakan. 

Saya pernah sampai bingung ketika mencari sebuah kejadian. Saya lupa menuliskannya di google dokumen atau di jurnal tulisan tangan. Dan jeleknya jurnal tulisan tangan itu, kadang mencari bagian yang kita inginkan jadi lebih sulit. Kalau tulisan digital, kan tinggal di search saja. 

Itu sebabnya, saya mulai terlintas untuk tidak lagi menggunakan jurnal tulisan tangan. Cukup bentuk digital semuanya. Lagian biar hemat kertas juga ya. Mengingat kumpulan jurnal tulisan tangan saya begitu banyak. Dan isinya berantakan. Saya inginnya kalau pun punya jurnal tulisan tangan, isinya itu rapi dan estetik gitu loh. Kalau tidak, ya cukup versi digital di google dokumen saja. 

Di tahun 2025 ini, saya sudah punya jurnal syukur digital. Saya membuat file terpisah, khusus pencapaian harian dan keberuntungan-keberuntungan yang saya rasakan. Ini saya pisahkan dengan tulisan berupa draft blog post atau tulisan galau nggak jelas. Tidak lagi digabung campur aduk seperti tahun-tahun sebelum ini. 

Cerita Dee semalam, membuat saya jadi tahu apa yang perlu saya tulis di jurnal tulisan tangan saya. Yang utama adalah menggunakannya untuk mencatat emosi atau apa yang saya rasakan hari itu. Baik itu hal positif maupun hal negatif. Tujuannya untuk melatih kepekaan terhadap rasa dan suasana hati. 

Sementara kalau untuk target jangka pendek dan panjang, saya cukup menuliskannya di notes A6 dan planner saja. 

Tinggal perlu melatih membatasi waktu menulisnya. Jangan sampai keasyikan, malah menghabiskan waktu seharian untuk menulis dan lupa sama target-target yang lebih utama. 


Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Perlunya Rutin Menulis Tangan"