Godaan Menunda Menulis yang Menyesatkan

Godaan menunda menulis

Alhamdulillah juga nih, bisa menulis rutin setiap hari sampai tanggal 6 ini. Walau menulisnya masih saja model tulisan kejar setoran yang ditulis di jam cinderella alias menjelang tengah malam.

Sebenarnya idealnya saya itu bisa setoran tulisan di tengah hari. Paling lambat sebelum maghrib lah postingan bisa tayang. Itu juga dari tulisan yang sudah ditabung dari seminggu sebelumnya. Jadi tulisan yang tayang bisa benar-benar matang. 

Nggak seperti sekarang. Tulisan tayang dengan terburu-buru. Akibatnya postingan jadi perlu di revisi bolak-balik. Jujur, saya tidak suka sih tulisan seperti itu.

Tapi tahun ini saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk memaksakan diri menayangkan satu tulisan setiap hari di blog. Tulisan yang bisa dilihat orang lain. Tidak masalah separah apa pun hasilnya. Eh nggak sih, tetap nggak boleh parah-parah amat ya. Tetap harus layak baca, walau tulisannya dangkal.

Kenapa begitu?

Karena saya kepengen naik level aja sih. Dari level diary ke level postingan untuk dibaca orang lain. Ini kan memang perlu kemampuan dan keberanian lebih. Dan tentu saja komitmen. Juga energi. Nggak lupa faktor 'dimudahkan' oleh Yang di Atas. 

Tiga hari kemarin pikiran saya sangat fokus ke Open House ITB hingga malam dan begitu ingin menuliskannya dengan rapi dan bagus. Hampir saja saya menyerah dengan menunda menayangkan tulisan. Terutama hari Sabtu lalu, saat Raka pulang dan kami masih mengobrol sampai pukul 11 malam. Waduh, 1 jam menjelang deadline dan saya belum mulai menulis. Sementara materi di kepala semakin banyak. 

Daripada menghasilkan tulisan seadanya, apa tidak lebih baik ditunda saja? Tapi akhirnya saya memutuskan untuk tetap menayangkan tulisan tersebut dan merevisi kemudian. Tentunya dengan revisi minor saja sih. Seperti tambahan foto atau perbaikan beberapa kata saja.

Alhamdulillah masih selamat dari godaan tersebut dan bisa tayang menjelang tengah malam. 

Tulisan Open House ITB bagian 3 sebenarnya saya tulis lebih awal. Nggak terlalu menjelang tengah malam, walau tetap setelah Isya sih. Kalau waktunya cukup, saya merasa lebih bebas dalam menulis. Tulisan kemarin itu mencapai 1300 kata. Memang sih strukturnya masih sangat tidak rapi.

Rencana saya, versi rapi dari event Open House ITB 2025 akan saya tulis untuk website Mamah Gajah Ngeblog (MGN). Menulis untuk website itu berbeda dengan menulis untuk blog sendiri. Menulis di website itu rasanya seperti sedang main ke rumah orang lain. Perlu jaga tata krama. Perlu pencitraan. Perlu mengikuti aturan yang berlaku di rumah tersebut. 

Sementara menulis di blog sendiri, rasanya lebih bebas. Memang sih, kualitas tentu saja perlu dipertahankan. Karena ini kan rumah yang tetap saja terbuka oleh siapa saja datang dan membaca postingannya. Kalau kelihatannya jelek, ya siapa yang mau balik lagi coba? 

Hanya saja, menulis di blog sendiri itu membuat kita bisa lebih bebas. Mau gaya bahasa santai atau kaku tergantung mood kita, itu bebas dilakukan. Kita punya ruang berekspresi di blog sendiri itu.

Tadinya tulisan untuk MGN targetnya hari ini beres, sayang hingga malam begini tulisannya belum siap disubmit. Padahal sudah ditagih sama Andina, ketua MGN tadi pagi. 

Setelah 5 Hari Menulis

Apa yang saya rasakan dalam 5 hari memaksakan diri memposting tulisan secara rutin ini? 

Lelah sih. Kalau saya tetap menulis menjelang tengah malam, saya rasa ini tidak akan bertahan lama. Paling juga ambruk dalam waktu 10 hari. Ini berdasarkan pengalaman sebelumnya ya. 

Jadi strategi saya sih harus menggeser jam menulis menjadi lebih awal. 

Tapi memang sih, salah satu yang saya rasakan dari memaksakan diri menulis 5 hari ini, ide di kepala saya menjadi lebih subur. Pilihan kalimat juga menjadi mengalir lebih mudah. 

Beda sekali kalau saya tidak memaksakan menulis post atau menulisnya bolong-bolong. Terasa banget sulit untuk membuat kalimat atau paragraf yang nyambung. 

Postingan hari ini rencananya akan saya genapkan di 600 kata saja. Saya mau mencoba membuat beberapa draft untuk tulisan lain yang akan tayang besok. Mencoba strategi baru demi hasil yang berbeda. Semangat!



Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Godaan Menunda Menulis yang Menyesatkan"