Melihat Sejarah Secara Berbeda dari Memoar Bung Hatta Untuk Negeriku

 

hatta untuk negeriku

Sebagai orang yang suka memoar, bagi saya otobiografi Bung Hatta yang aslinya diterbitkan tahun 1979 oleh penerbit Tintamas adalah salah satu memoar terbaik yang pernah saya baca. Ini adalah buku terakhir yang ditulis Hatta sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-77. Beliau meninggal pada Maret 1980.

Oleh Penerbit Buku Kompas pada tahun 2011, otobiografi ini dikemas ulang menjadi 3 buku. Buku yang saya baca adalah buku cetakan ke-7 tahun 2016. 

Kekaguman saya yang utama adalah dari kedetailan penulis dalam menulis penggalan perjalanan hidupnya yang paling bermakna.

trilogi untuk negeriku

Dimulai di buku pertama Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi (300 halaman) tentang masa kelahirannya di Bukittinggi pada tahun 1902, masa SMP-nya di Padang, masa SMA-nya di Batavia, masa kuliah S1-S3-nya di Belanda sekaligus merintis isu-isu kemerdekaan dan persatuan Indonesia di Belanda.

Dilanjutkan dengan buku kedua Berjuang dan Dibuang (188 halaman) tentang masa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari Belanda hingga masa dibuang ke Digul, Papua dan Banda Neira, Maluku.

Dan terakhir ditutup dengan buku ketiga Menuju Gerbang Kemerdekaan (220 halaman) tentang masa mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dari Jepang hingga mendapatkan pengakuan dari Belanda untuk membentuk Republik Indonesia Serikat pada Desember 1949.

Saya sebenarnya membeli buku ini pada Desember 2017 dan tidak bisa berhenti membacanya sampai tamat pada pertengahan Januari 2018. Catatan Hatta yang terasa begitu personal ini, membantu saya untuk bisa memahami sejarah Indonesia dengan lebih baik. Beda rasanya dengan sejarah yang saya hapalkan waktu sekolah. 

Mungkin karena Hatta memang seorang penulis yang rutin menulis untuk koran dan majalah, cara menulisnya menjadi sangat informatif. Dalam buku ini, Hatta sempat mengutip kembali beberapa tulisan-tulisan lamanya dan pidatonya dalam berbagai kesempatan. Dan tulisan-tulisan tersebut memang enak untuk dibaca. 

Cerita Menarik dari Trilogi Untuk Negeriku

Sebenarnya banyak sekali bagian menarik dalam ketiga buku ini. Sampai lelah saya menggaris bawahi begitu banyak penggalan cerita menarik dan unik yang membuka mata saya mengenai apa yang terjadi pada masa-masa tersebut.

Namun untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus ini dengan tema Sejarah Indonesia dari Sisi yang Berbeda yang diusulkan oleh Mamah Andra, saya mencoba memilih beberapa cerita menarik ya:

trilogi Hatta

#1 Orang hukuman sebagai pembersih kota

Buku ini dimulai dengan cerita Hatta mengenai masa kelahirannya di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902. Ingatannya tentang kota Bukittinggi adalah sebuah kota yang indah, sejuk, bersih, bangunan yang tertata rapi, dan penuh bunga. 

Yang menariknya, disebutkan kalau yang menyapu dan membersihkan jalan-jalan raya adalah orang-orang hukuman yang mendapat hukuman berat yang didatangkan dari tempat-tempat yang jauh. 

Membaca ini, saya jadi kepikiran kenapa tidak bentuk hukuman untuk kejahatan-kejahatan ringan, bisa dalam bentuk beberapa jam kewajiban membersihkan jalan kota atau sungai yang penuh sampah itu.

#2 Pada awal 1900 belum ada Quran terjemahan bahasa Indonesia

Saya sangat tertarik dengan cerita Hatta mengenai Islam di masa itu. Saat itu masyarakat lebih bisa baca Al Quran daripada bisa membaca huruf latin. Walau begitu, mereka tidak pernah tahu artinya. Hatta baru tahu arti Al Quran setelah di Belanda dan membaca terjemahan dalam bahasa Inggris.

Oleh para ulama, ajaran Islam disampaikan melalui ceramah dan contoh perilaku teladan dari para ulama. Jadi walau tidak benar-benar paham arti Al Quran, tapi sikap hidup mereka sangat islami. Mereka cukup memegang poin-poinnya saja, namun itu bisa melekat kuat dalam kehidupan setiap orang. 

Kakek Hatta dari ayahnya adalah seorang ulama besar di Batuhampar Payakumbuh. Ayah Hatta sendiri sudah meninggal saat Hatta berusia 8 bulan dalam usia 30 tahun. Dari kakeknya inilah ilmu agama berakar kuat di hati Hatta. Ia bahkan diharapkan untuk melanjutkan studi di Mekah. Makanya si kakeknya agak sedih ketika Hatta memilih melanjutkan ke sekolah dagang ke Batavia.

“Dengan mengaji bersama, tertanamlah rasa persaudaraan dan semangat kekeluargaan agama yang tak mudah lepas.” - Hatta, buku 1 hal 32 

#3 Pos zaman dulu adalah dengan kuda

Kalau kakek dari ayahnya mengajarkan Hatta mengenai ilmu agama, maka kakeh dari ibunya mengajarkan Hatta mengenai ilmu bisnis dan berdagang. 

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah cerita Hatta mengenai salah satu usaha kakeknya pengangkutan pos Bukittinggi -Lubuk Sikaping-Sibolga. Jadi kakeknya ini dibayar pemerintah Belanda untuk bertanggung jawab menyiapkan kuda-kuda untuk pengantaran pos. Ternyata ada strateginya untuk menjamin kuda-kuda ini bisa diandalkan sampai tepat waktu. Karena kalau sampai meleset waktunya, akan ada denda.

#4 Memandang sekolah tidak penting

Walau kita tahu Hatta sekolah hingga ke Belanda, ternyata pada masa kecilnya di Bukittinggi, sekolah bukanlah hal penting bagi masyarakat saat itu.

“Sekolah itu bikinan Belanda untuk menjinakkan kita, lebih baik dijauhi saja. Asal kita rajin mengaji, kita tidak akan kalah dalam pengetahuan dengan orang yang tamat sekolah rakyat itu,” begitulah pendapat banyak orang di masa tersebut.

Baru sekitar 5-6 tahun kemudian dengan munculnya Sarikat Islam, masyarakat mulai melihat perbedaan antara orang sekolahan dan tidak sekolahan. Barulah masyarakat tertarik untuk menyekolahkan anak-anaknya. 

Lucu deh, syarat untuk masuk Sekolah Rakyat saat itu adalah usia 6 tahun yang ditandai dengan anak yang sudah bisa memegang pucuk telinga kiri dengan tangan kanan.  

#5 Pola hidup Hatta yang teratur

Saya benar-benar terpesona dengan pola hidup Hatta yang sangat teratur. Ia punya catatan kegiatannya dari masa kecilnya di Bukittinggi, di Padang, di Batavia, di Belanda, hingga kembali ke Jakarta. Bahkan saat liburan kuliah di Eropa maupun saat dibuang ke Boven Digul dan Banda Neira, Hatta tetap bisa mengusahakan pola hidup yang teratur. 

Yang pasti Hatta selalu menyempatkan untuk bersenang-senang, berjalan-jalan dengan teman-temannya, atau membaca buku. Hidupnya rapi, teratur, dan seimbang. 

#6 Perjuangan panjang menuju Indonesia Merdeka

Kalau dalam buku sejarah di masa sekolah saya hanya mengingat bahwa dulu ada perkumpulan pemuda yang bernama Jong Java Bond, Jong Ambon Bond, Jong Celebes Bond, Jong Bataks Bond, Jong Sumatranen Bond, dan lainnya. 

Dalam buku ini Hatta menceritakan bagaimana Jong Sumatranen Bond berdiri pada tahun 1918. Saat itu tengah menjadi siswa MULO di Padang. Dari masyarakat yang sama sekali tidak kenal perkumpulan, tiba-tiba dikompori untuk bersatu sebagai masyarakat Sumatra. Ternyata yang mengkompori ini ya beberapa orang Belanda juga yang tidak nyaman melihat kompeni memperalat bangsa pribumi.

Dulu sempat ada semboyan kolonial Belanda dalam memandang kekayaan alam Indonesia: Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa sekarang, dan Sumatra masa depan. 

Dari memulai perkumpulan daerah, selanjutkan timbul kebutuhan untuk bersatu di bawah nama Indonesia. Nama Indonesia awalnya dipopulerkan saat Hatta di Belanda tahun 1922 sebagai Perkumpulan Indonesia (Indonesische Vereeniging). Dari sana, para anggota perkumpulan yang terdiri dari berbagai mahasiswa asal Indonesia di Eropa menyuarakan semangat untuk merdeka. 

#7 Gaya belajar Hatta

Beneran deh Bung Hatta ini keren sekali gaya belajarnya. Nggak kalah seru lah membaca cerita Hatta tentang bagaimana ia belajar dengan cerita anak-anak mahasiswa berprestasi di Clash of Champions. 

Hatta dari masih di Indonesia sudah belajar bahasa Belanda dan Prancis dengan fasih. Karena pendidikannya di Batavia pun menggunakan bahasa Belanda. 

Sempat diceritakan dalam perjalanan ke Belanda pada tahun 2021, kapal Hatta mampir ke Prancis. Di sana, ia diminta oleh sebuah keluarga untuk mendampingi mereka berjalan-jalan karena dianggap Hatta bisa berbahasa Prancis. 

Membaca buku Hatta membantu kita melihat bagaimana seriusnya pendidikan di masa penjajahan itu. Guru-guru yang dikirim ke Indonesia itu, haruslah mendapatkan sertifikasi yang harus diambil di Belanda. Jadi pengajarnya nggak kaleng-kaleng. 

Hatta juga dengan rinci menjelaskan mengenai cara belajar, buku-bukunya, dan ujian-ujian yang dihadapinya. 

Termasuk juga bagaimana cara ia mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda. Padahal saat itu waktu pendaftaran beasiswa sudah tutup. Hatta yang tadinya mau berangkat ke Belanda dengan biaya sendiri dari pamannya yang kaya raya, ternyata gagal karena usaha pamannya lagi jatuh. 

#8 Cari uang dari menulis

Bagian ini nih yang saya suka dari cerita Hatta. Beliau itu suka sekali menulis dan rajin menjadi kontributor dalam harian atau majalah baik di Indonesia maupun di Belanda. Hatta menceritakan dengan rinci berapa bayaran yang ia dapat dari setiap tulisannya.

Tulisan Hatta ini isinya bisa dibilang daging semua pada masa itu. Banyak tulisannya yang berbau politik untuk membakar semangat pembaca akan perlunya merdeka dari Belanda. 

#9 Harus bayar ketika memenjarakan orang

Jadi pamannya Hatta yang kaya raya di Batavia itu adalah seorang pedagang spekulan. Satu masa, ia tidak bisa membayar hutangnya. Jadilah si paman ini dipenjarakan oleh pemilik modal.

Pada waktu itu, orang yang menuntut harus membayar biaya makan orang yang dimasukkan ke dalam penjara. Beda harganya antara pribumi dan orang Belanda. Nah, untungnya beberapa waktu sebelum dipenjara, si Paman sempat memperbaharui status kependudukannya menjadi setara orang Belanda. Jadi saat di penjara, si pemilik modal harus membayar lebih mahal 3 kali lipat dari biaya makan orang pribumi biasa. Alhasil, si Paman ini tidak lama-lama dipenjaranya.

Ada-ada saja ya peraturan di masa itu.

Trilogi Hatta

Yang Saya Pelajari Dari Trilogi Untuk Negeriku

Demikianlah sedikit hal menarik yang saya dapat dari Trilogi otobiografi Hatta. Di dalamnya masih banyak lagi kisah menarik yang saya rekomendasikan untuk teman-teman baca sendiri. Ini adalah tipe buku yang perlu dibaca setiap orang untuk bisa melihat sejarah dari sudut yang berbeda. 

Membaca kisah hidup Hatta, membuat saya sadar pentingnya memiliki catatan harian yang rapi. Ternyata, siapa sangka hal seperti itu bisa menarik beberapa dekade ke depan. 

Apakah catatan Hatta menjadi berharga karena beliau adalah seorang proklamator? Mungkin memang faktor itu ada pengaruhnya. Tapi kalau membaca tulisannya, tidak peduli siapapun penulisnya, kita akan melihat menariknya penggalan sejarah pada suatu masa yang mungkin tidak tertangkap oleh orang lain. Sudut pandang setiap orang kan bisa beda-beda. Dan itu yang membuatnya menarik.

Seperti gaya penulisan cerita kenangannya NH Dini yang terentang dari masa kelahirannya 1936 hingga 2018, memberikan kita gambaran menarik dari seorang perempuan yang berkeliling dunia mendampingi suaminya. 

Bagaimana teman-teman? Mulai mau memperbaiki cara membuat catatan harian kita? Siapa tahu beberapa dekade ke depan bisa jadi harta karun yang berharga untuk anak cucu kita. 

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog



Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

3 komentar untuk "Melihat Sejarah Secara Berbeda dari Memoar Bung Hatta Untuk Negeriku"

Comment Author Avatar
Teh 😭😭😭😭 jadi pengen baca. Sungguh menginspirasi.Buku ini langsung masuk keranjang Tokped 😅

Bagian yang agak wow itu masuk SR ditandai dengan pegang kuping. Dulu saya sempet dibilangin begini sama Mbah. Saya pikir dia hanya becanda. Ternyata beneran ya?
Comment Author Avatar
Baca bagian yang ini, saya auto megang pucuk kuping kiri dengan telinga kanan. Ya ampun pas ternyata bisa, aku gembira sekali Teh 😅.
***
Suka banget Teh resensi dari buku biografi Bung Hatta. Sungguh beliau adalah seorang manusia yang patut diteladani.

Jadi ingat salah satu komentar netizen pada suatu post di Instagram, kurang lebih isinya begini, "Kualitas wapres iita Oktober nanti, pengennya yang seperti Bung Hatta, tapi kenyataannya... 🙄"

Comment Author Avatar
Waaahhh... Jadi semangat harus nulis terus dan nulis bagus he3 ... iya ya teh Shanty kalau baca orang rajin membaca itu kayak diingatkan agar menjadikan buku sebagai teman.