Apakah Waktu Bersama Anak adalah Sebuah Investasi
Apakah anak adalah investasi?
Saya termasuk yang tidak setuju untuk menganggap anak adalah investasi dengan ukuran bahwa mereka harus mengurus orang tuanya di masa tua. Dalam setiap sholat, saya selalu berdoa semoga kami selaku orang tua bisa terus mandiri dan tidak membebani anak-anak di masa tua.
Tapi saya setuju menganggap anak sebagai investasi dengan ukuran bahwa mereka adalah ladang amal bagi kami selaku orang tuanya. Bahwa kami bisa menjalankan amanah sebagai orang tua yang bisa memenuhi kebutuhan anak-anak.
Salah satu investasi terbaik dalam hidup saya yang berhubungan dengan anak-anak adalah menyediakan secara penuh waktu untuk mereka di masa pra sekolah (usia dibawah 5 tahun)
Sebelumnya saya disclaimer dulu bahwa konten ini bukan untuk ngebahas perang klasik ibu bekerja di rumah vs ibu bekerja di luar rumah ya. Saya sangat mengagumi ibu-ibu yang bisa menjalankan peran ganda dengan baik. Anak-anak di rumah terawat dengan baik dan secara profesional pun tetap bisa bermanfaat bagi masyarakat. Alhamdulillah saya punya banyak contoh ibu-ibu di hebat seperti ini di keluarga dan teman-teman dekat.
Tapi kondisi setiap orang berbeda. Bisa jadi saya kelewat manja atau pemalas. Buat saya menjalankan fungsi ganda seperti itu relatif berat. Dan saya memutuskan untuk penuh waktu menemani anak-anak di rumah saat mereka kecil.
Kenapa memilih di rumah?
Apa tidak sayang ijazahnya? Kan sudah susah-susah dibiayai negara sebagai arsitek kok ya nggak dimanfaatkan ilmunya?
Sebenarnya memilih untuk penuh waktu mengurus anak-anak di rumah dan tidak ikut berpartisipasi mencari segenggam berlian untuk keluarga ini tidaklah direncanakan.
Semua bermula saat Raka, anak pertama lahir pada 2007. Sejak 1999 selepas wisuda saya bekerja sebagai arsitek di biro konsultan. Namun sejak 2003 hingga 2007 ini, saya berstatus tenaga lepas di sebuah konsultan arsitektur. Pekerjaannya lebih fleksibel untuk membuatkan gambar-gambar presentasi 3 dimensi proyek-proyek yang sedang ditangani kantor. Kerjanya boleh di rumah, tapi tetap tiap Senin harus ikut rapat di kantor.
Tingkat kesibukannya relatif tidak menentu. Kadang bisa 1-2 minggu santai, tapi bisa juga berminggu-minggu lembur karena banyak target yang harus segera dikirim ke klien.
Ketika masih belum punya bayi, berhari-hari lembur itu tidak masalah. Baru kerasa bedanya setelah punya bayi yang masih menyusui. Lah, baru stress dikit, ASI nggak keluar. Akibatnya bayi jadi rewel. Mamahnya makin panik karena kantor juga menuntut hasil yang profesional.
Apalagi waktu itu Raka nggak bisa ngedot dengan botol untuk ASI yang diperah. Jadilah ada cerita harus bawa bayi ke kantor untuk kerja sambil menyusui. Asli ini terlihat sangat tidak profesional.
Akhirnya sadar diri juga, saya pun memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan ini dan fokus dulu hingga masa menyusui beres.
Sebenarnya mungkin bisa sih ya memaksakan diri untuk mengajarkan anak minum pakai dot. Tapi saat itu sayanya nggak bisa maksa. Raka paling bisa minum susu kalau disendokin sedikit demi sedikit. Jadi hanya sedikit sekali yang masuk. Akibatnya bayi jadi rewel.
Mungkin karena anak pertama juga ya, Mamanya belum pintar.
Akhirnya bulatlah tekad untuk di rumah saja. Sempat juga sih galau karena bagaimana pun kami saat itu masih perlu dua sumber pendapatan karena baru beli rumah dan harus mencicil. Duh… bisa nggak ya nyicil rumah dengan 1 gaji saja?
Pertaruhannya antara nyicil rumah dan makan anak ini euy!
Kalau suami sih, tetap tergantung saya. Saya yang akan menjalani dan tahu segala konsekuensinya. Karir saya sebagai arsitek mungkin akan berhenti dulu, tidak punya penghasilan lagi, tapi bisa bersama anak sepanjang waktu. Anak pertama yang adorable banget lagi. Duh, siapa yang tega ninggalinnya.
Setelah masa menyusui 2 tahun selesai, kepikiran juga sih menyudahi investasi waktu ini dan kembali bekerja. Karena kepikiran kami ingin merenovasi rumah yang tentunya perlu biaya. Tapi kepikiran juga pengen memberi adik buat Raka. Mumpung usia saya masih memungkinkan. Karena saya tidak berani untuk hamil di usia lebih dari 35 tahun. Jadi kalau Raka mau punya adik, ya now or never.
Menurut pertimbangan orang tua kalau urusan anak itu perlu didahulukan. Uang itu bisa banyak jalannya. Akhirnya bulatlah tekad untuk melepas KB dan melanjutkan menikmati kebersamaan bersama Raka di rumah dengan pendapatan yang seadanya.
Investasi waktu masih perlu diperpanjang.
Buat saya, punya 2 anak itu lumayan menguras energi. Apalagi Raka anaknya super aktif secara fisik. Sasya juga lumayan rewel saat bayi.
Saat itu saya nggak bisa melihat opsi untuk bisa punya waktu beberapa jam untuk bisa menyediakan waktu bekerja profesional yang menghasilkan uang.
Padahal untuk urusan rumah tangga, kami dibantu oleh asisten rumah tangga yang datang ke rumah 2-3 jam untuk sekedar beres-beres, masak, dan setrika selama 6 hari dalam 1 minggu.
Buat saya, ini juga adalah sebuah investasi yang sangat berharga karena membantu saya untuk nggak terlalu lelah dan bisa fokus saat bermain sama anak-anak.
Apa hasil dari investasi ini?
#1 Menikmati kebersamaan dengan anak
Punya anak-anak yang memungkinkan nempel seperti perangko ini membuat saya bisa dibilang tidak pernah kehilangan momen bersama anak yang seru-seru.
#2 Nggak mudah marah-marah sama anak
Mungkin karena tidak banyak yang perlu dipikirkan, saya menjadi lebih santai menghadapi anak-anak.
#3 Anak-anak jarang sakit
Bisa jadi karena lebih tenang dengan ibu yang selalu di dekat mereka, kami bisa dibilang sangat jarang mengunjungi rumah sakit kecuali untuk imunisasi wajib.
#4 Anak-anak berprestasi di sekolah
Anak-anak menjadi lebih mudah dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Ini sedikit banyak mengurangi beban kami saat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
#5 Bisa mengerjakan hobi
Saya jadi bisa menemukan hobi baru yang lebih membuat hati senang dibandingkan menjalani profesi sebelumnya.
Penutup
Berinvestasi waktu untuk anak-anak secara penuh bukan tidak memiliki konsekuensi. Saya sendiri merasakan bagaimana hingga saat ini, saya begitu kesulitan untuk bisa kembali bekerja secara profesional. Mungkin karena terbiasa santai, kemampuan saya untuk manajemen waktu bisa dibilang buruk.
Fokus untuk berinvestasi dalam hal ini tidaklah menjamin saya menjadi ibu yang ideal dan lebih baik dalam urusan rumah juga ternyata. Saya masih perlu banyak belajar.
Akhir kata, saya hanya ingin mengatakan bahwa meluangkan waktu bersama anak-anak di masa kecil mereka adalah sebuah investasi yang begitu berharga. Mudah-mudahan semakin banyak orang tua yang diberi keluangan dan kesempatan untuk bisa menikmati masa-masa tersebut.
Tulisan ini dibuat dalam rangka Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober dengan tema Investasi yang Ingin atau Sudah Dilakukan yang diusulkan oleh Mamah Dini.
10 komentar untuk "Apakah Waktu Bersama Anak adalah Sebuah Investasi"
Salam bahagia ...
Ya setuju, kebersamaan dengan anak memang tidak akan bisa diulang. Busa disebut investasi juga sih, karena efek kedekatan dengan anak itu bis sampai dewasa dan berpengaruh pada karakter anak di masa dewasanya. .