Tantangan Menembus PPDB Sekolah Negeri di Bandung
Sebenarnya saya sendiri hingga usia ke-48 tahun ini telah melalui berbagai macam tantangan dalam hidup. Dari tantangan kepercayaan diri karena punya badan setipis papan penggilesan sejak remaja, tantangan menyelesaikan S1 di Arsitektur dengan kondisi tidak punya kemampuan menggambar, tantangan mencari kerja pada masa reformasi, tantangan mencari jodoh yang nggak kelihatan hilalnya hingga menjelang usia kepala 3, sampai tantangan untuk bisa menjalani rumah tangga hingga 17 tahun terakhir ini.
Atas izin Allah, saya bisa melalui semua itu. Sejujurnya, saya kok merasa tidak ada yang bisa terlalu saya banggakan dari kemampuan melalui semua itu karena semua adalah sekedar masalah strategi dan banyak KEBERUNTUNGAN. Hanya karena Allah izinkan saya melaluinya, dan semuanya berjalan saja sesuai kehendak-Nya.
Untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog September dengan tema Pengalaman Menghadapi Tantangan Hidup Terbesar, saya memilih membahas mengenai tantangan menembus sekolah negeri di kota Bandung.
Eh bukannya ini tantangan yang dihadapi anak ya? Kok Mamahnya yang merasa ini sebagai tantangan hidup? Eits jangan salah, berbeda dengan masa sekolah tahun 80-90 an dimana sekolah itu hanyalah masalah anak dan orang tua tidak perlu ikut campur terlalu jauh selain cukup mengingatkan anak untuk rajin belajar saja.
Urusan PPDB sejak pola seleksinya dibuat dengan sistem berbagai model jalur seleksi dan bukan lagi nilai murni, membuat orang tua perlu turun tangan untuk menyusun strategi yang bisa dibilang nggak sederhana-sederhana amat. Jadi saya menganggap, urusan PPDB ini adalah tantangan keluarga. Bukan lagi tantangan anak seorang.
Kenapa Harus Sekolah Negeri?
Oh iya, kita bicara sekolah negeri untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA ya. Di jenjang SD, Alhamdulillah kami tidak merasa perlu mengambil jatah sekolah negeri karena memang ada sekolah swasta yang dekat rumah dan harganya terjangkau.
Tapi untuk jenjang sekolah menengah, masalah dana menjadi pertimbangan. Karena sekolah swasta incaran kami harganya uang masuknya masih di belasan juta dengan SPP bulanan yang sampai di angka 1 jutaan. Belum lagi uang kegiatan tahunan dan printilan lainnya. Apalagi rumah kami tidak dekat sekolah, jadi pasti ada biaya transportasi yang tidak sedikit.
Jadi memang sekolah negeri menjadi prioritas.
Melalui 3 kali PPDB
Hingga tahun ini, total sudah 3x kami kami melalui PPDB. Mulai dari Raka saat melalui PPDB SMP tahun 2019, Raka saat PPDB SMA tahun 2022, dan Sasya saat PPDB SMP tahun 2023.
Saat pertama kali PPDB SMP tahun 2019, kami pesimis karena tahun sebelumnya syarat PPDB adalah 90% jalur zonasi atau hanya mempertimbangkan jarak terdekat dari rumah ke sekolah. Dari data tahun 2018, tidak ada SMP yang passing gradenya masuk di jarak rumah kami. Padahal rumah kami jaraknya hanya 1,3 km dari SMP incaran terdekat.
Eh, tahunya di tahun 2019 itu tiba-tiba diperkenalkan ada yang namanya jalur kombinasi. Dimana seleksi menggunakan rumus 60% skor jarak rumah-sekolah ditambah 40% nilai USBN. Lulusan 2019 adalah angkatan terakhir yang menggunakan nilai USBN yang terdiri dari 3 mata pelajaran saja.
Alhamdulillah, jalur kombinasi ini menempatkan Raka lolos masuk SMPN 28 Bandung di posisi 48 dari kuota 57 siswa. Dengan jarak rumah 3,2 km dan nilai UN 27 (rata-rata 9 untuk 3 pelajaran).
Saat SMA, kami kembali pesimis dengan kemungkinan bisa lolos PPDB yang konon mensyaratkan nilai anak harus rata-rata 95 ke atas untuk 11 mata pelajaran selama semester 1-5. Apalagi Raka pada semester pertama nilai rata-ratanya hanya 83,73 saja. Jauh dari target 95.
Namun ternyata saat PPDB SMA 2022, kami menemukan sekolah dengan kuota penerimaan jalur prestasi yang cukup besar. Tersedia 80 kursi, dimana sekolah lain hanya di angka 40-60 an saja. Kami jadikan sekolah ini sebagai sekolah pilihan ke-2. Sekali lagi masih ada rezekinya Raka bisa lolos masuk SMAN 11 Bandung jalur prestasi di posisi ke 65 dari jatah 80 kursi dengan skor 447 (nilai rata-rata rapor 89,5).
Lalu saat Sasya menghadapi PPDB SMP tahun 2023, kami kembali pesimis. Karena adanya syarat bobot peringkat untuk jalur prestasi rapor. Jadi hanya anak rangking 1-3 dari tiap kelas yang bisa tembus ke sekolah negeri.
Karena di sekolah Sasya tidak ada sistem peringkat, kami tidak pernah tahu Sasya sebenarnya peringkat berapa di sekolah. Apalagi sistem peringkat untuk PPDB ini bukan peringkat per semester, melainkan peringkat akumulasi dari 5 semester untuk 8 mata pelajaran. Jadi peringkat hanya bisa diketahui pada akhir semester pertama kelas 6.
Saingannya juga adalah anak-anak dari SD favorit se-Bandung raya yang royal memberikan angka 10 kepada siswa-siswanya. Sementara sekolah Sasya biasanya mentok di angka rata-rata-92 an saja untuk anak-anak peringkat 1.
Alhamdulillahnya, pada angkatan Sasya karena siswanya banyak, ada 2 kelas dengan masing-masing 18 anak per kelas. Jadi akan ada 6 orang peringkat 1-3 dari setiap rombongan belajar. Dan Sasya beruntung mendapatkan peringkat 1 di kelasnya sehingga bisa mendapat poin skor penuh untuk jalur prestasi rapor.
Skor ini mengamankan Sasya mendapatkan posisi ke-25 dari kuota 43 di jalur prestasi rapor SMPN 13 Bandung dengan nilai rapor di rata-rata 92. Sekolah pilihan pertamanya.
Demikian lah 3 kali tantangan PPDB yang berhasil kami lalui. Tapi perjalanan masih panjang ke depan. Masih ada Raka berusaha menembus PTN dan Sasya melalui PPDB SMA dan PTN. Mudah-mudahan kami bisa melalui tantangan demi tantangan ini dengan baik.
Tips mengikuti PPDB
Saya terus terang sedih sekali melihat anak-anak jadi harus berjuang dengan cara yang agak aneh untuk bisa duduk di bangku sekolah negeri. Terlebih kalau tahu, ternyata jalur kuota resmi yang diperebutkan ini hanya sekitar 75% dari jumlah siswa yang akan tertampung di sekolah tersebut. Terutama untuk sekolah-sekolah favorit.
Berikut beberapa tips dari untuk bisa menembus PPDB:
#1 Kumpulkan informasi dari sumber yang valid
Kumpulkan informasi lengkap mengenai syarat PPDB melalui akun resmi dinas pendidikan. Sosialisasi biasanya dilakukan di sosial media baik Instagram maupun Youtube. Bahwa setiap tahun ada perubahan, itu sangat mungkin terjadi. Kumpulkan juga data-data dari tahun sebelumnya sebagai bahan pertimbangan.
#2 Kenali potensi anak
Berbagai macam jalur yang ada sebenarnya tidak dibuat untuk memusingkan orang tua. Tapi malah membuka peluang. Sebaiknya mempelajari peluang ini dari beberapa tahun sebelumya. Misalnya untuk SD harus disiapkan dari kelas 4 SD, sementara untuk SMP bisa dari kelas 7.
#3 Ajak anak untuk terlibat dalam proses menentukan sekolah
Bagaimana pun anak yang akan menjalani proses sekolah. Biarkan anak kenal dengan sekolahnya. Untuk Raka dan Sasya, sebelumnya kami sudah mengajak mereka untuk melihat sekolah incaran mereka dan biarkan mereka memutuskan mau memilih sekolah yang mana. Dengan mengetahui target incaran sekolah mereka, semangat mereka untuk belajar pun menjadi lebih baik.
#4 Realistis dalam memilih sekolah
Sekolah favorit itu memang nyata adanya. Sekolah favorit adalah sekolah yang persaingan masuknya lebih sengit, biayanya lebih tinggi, dan fasilitasnya lebih baik. Tapi ya kita tidak bisa maksa untuk masuk sekolah incaran.
Jangankan anak kita ya, anaknya Ridwan Kamil saja ngalamin yang namanya tidak lolos seleksi PPDB saat ingin masuk ke SMPN 2 Bandung.
#5 Banyak berdoa
Setelah buat strategi, ya berdoa saja. Kalau memang rezekinya, ya nggak akan kemana juga. Berharap diberikan pendidikan yang terbaik dan berkah untuk anak-anak kita. Mudah-mudahan kita tidak perlu tergoda untuk menghalalkan segala cara hanya demi anak kita bisa masuk sekolah negeri.
Akhir kata saya hanya ingin menyampaikan kalau jangan terlalu mudah putus asa untuk bisa lolos PPDB sekolah negeri dan langsung menyerah menggunakan jalur belakang. Percayalah bahwa hal itu memang sangat menggoda dan sangat mudah untuk melakukannya. Yakinlah bahwa perjalanan anak kita Insya Allah masih panjang.
Di situlah letak tantangan yang sesungguhnya dalam hidup…
7 komentar untuk "Tantangan Menembus PPDB Sekolah Negeri di Bandung"