Mengapa Sulit untuk Memberi dengan Ikhlas
Begitu sering kita mendengar cerita-cerita mengenai berbagi yang beredar dalam masyarakat. Ketika kita menginginkan sesuatu, berbagilah.
BERBAGI menjadi begitu populer karena dianggap memudahkan rezeki, menyembuhkan penyakit, dan memberikan keberkahan dalam hidup. Intinya berbagi menjadi solusi dari segala macam kesulitan hidup.
Sejumlah ayat dalam Al Quran disampaikan untuk menguatkan hal tersebut.
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS Al Baqarah 2:245)
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; Dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS Al An’am 6:160)
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah* (*seperti untuk kepentingan jihad, membangun sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah, dan lainnya) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS Al Baqarah 2:166)
”Tidak akan berkurang rezeki orang yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah, dan terus bertambah.” (Hadist Rasulullah SAW)
The Law of Attraction
Dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne (GPU, 2007) disebutkan tentang The Law of Attraction atau hukum tarik menarik. Ketika kita fokus pada kemalangan, kemiskinan, atau kesulitan hidup, ternyata hidup kita memang semakin dirundung masalah. Tapi begitu fokus hidup kita diarahkan pada kelebihan dan keberuntungan, secara ajaib hidup kita pun akan berubah.
Saya pikir, ini yang ingin disampaikan Al Quran dalam perintah-perintah yang berkenaan dengan menginfakkan sebagian rejeki.
Manusia itu punya kecenderungan untuk selalu merasa kurang dan pelit. Sudah punya 1 juta , ingin 10 juta. Setelah sudah punya 10 juta ingin 100 juta. Bukankah banyak orang sudah punya 1M pun masih terasa kurang?
Perasaan kurang itu yang membuat kita enggan untuk berbagi.
Kalau saya sedekah, ntar budget buat beli buku kepotong dong?
Kalau saya sedekah ntar jadi nggak bisa makan dong?
Allah meminta kita untuk jangan pelit. Infakkan lah sebagian hartamu. Nggak banyak-banyak kok. Berbagilah hartamu sekedar 2,5% - 10% saja. Ada hak orang lain dalam hartamu. Nggak banyak-banyak kok. Jangan kaya orang susah atuh lah...
Allah pun mengiming-imingi dengan balasan yang banyak jika kita tidak bermental pelit, seperti dalam ayat-ayat di atas. Allah ingin kita bermental orang yang selalu punya uang untuk sedekah dan berbagi. Mentalnya orang kaya. Mentalnya orang-orang tangan diatas.
Mental berkelebihan dan positif seperti ini yang berfungsi sebagai magnet penarik rejeki dalam alam semesta. Ini adalah kebenaran hakiki yang diakui oleh semua agama.
Tapi sayangnya, ternyata masih banyak orang-orang yang kehilangan mental ini saat bersedekah. Ia bersedekah karena merasa kekurangan dan ingin mendapatkan lebih banyak balasan. Ia begitu fokus pada balasan. Sedihnya bahkan seringkali tanpa usaha.
Sedekah 10. Tanpa usaha, orang menggantungkan harapan untuk mendapatkan 100.
Saya jadi teringat perkataan seorang teman di Jepang tentang pandangannya terhadap sedekah yang banyak terdapat dalam Shrine dan Temple di Jepang. Ia sendiri, seperti banyak masyarakat Jepang lainnya, bukanlah penganut agama tertentu yang fanatik. Menurutnya, Tuhan dalam agama itu bisa dibeli. "Lu kaya, lu sedekah, lu masuk surga," katanya dalam bahasa Inggris logat Jepang.
Orang miskin sepertinya tidak punya tempat di surga karena tidak punya uang untuk banyak bersedekah. Kampanye sedekah membuat orang lupa bahwa sedekah tidak hanya dalam bentuk uang dan materi. Sedekah bisa juga dalam bentuk tenaga, tulisan, bahkan senyuman dan perkataan baik.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS Al Baqarah 2:264)
Banyak orang berusaha bersedekah sebanyak-banyaknya, bahkan dengan uang hasil korupsi demi membeli surga. Korupsi atau menipu orang lain tidak masalah, asal ada uang untuk umroh ke Mekah dan mohon ampun.
Semoga kita dilindungi dari yang demikian.
Ketika kita bermental orang susah yang menanti balasan dari Allah, apakah janji sedekah tetap berlaku?
Bisa saja berlaku. Karena kita tidak pernah bisa mengukur keikhlasan orang yang bersedekah. Hanya Allah dan orang yang bersangkutan yang bisa mengetahui.
Apakah permintaan kita yang terbaik?
Diluar masalah terkabulnya doa, ada hal lain yang perlu kita pahami juga.
Apakah hal yang kita minta benar-benar sesuai buat kita. Apalah kita ini sebagai manusia dengan pengetahuan terbatas. Hingga umur saya 40 tahun ini, saya begitu sering berdoa pada Allah dan meminta ini itu. Dari minta sekolah, jodoh sampai minta uang. Ada yang diberikan langsung, ada yang disuruh muter-muter dulu, ada juga yang langsung ditolak dan diganti dengan yang lain yang tidak saya suka.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah 2:216)
Ibadah sebagai wujud syukur
Yang ingin saya sampaikan adalah, MEMBERILAH dengan ikhlas. Bukan karena ingin sesuatu yang jumlahnya sekian kali lipat dari apa yang kita sedekahkan.
Memberilah karena kita ingin menyisihkan sebagian rejeki untuk membantu orang yang membutuhkan. Bukan untuk ustad atau lembaga tertentu yang bahkan keuangannya tidak bisa diaudit.
Memberilah karena kita tidak ingin jiwa kita dilingkupi oleh rasa kekurangan dan pelit.
Sisanya serahkanlah kepada Allah yang maha tahu segala kebutuhan hambanya.
Seperti disampaikan Cak Nun - Emha Ainun Najib,
"Sedekah itu dalam rangka bersyukur, berbagi rejeki dan kebahagian, bukan dalam rangka mencari rejeki. Jika mengharapkan balasan berlipat-lipat dari sedekah, itu bukan sedekah, tapi dagang!"
Menurut Cak Nun, kita ini sering salah niat. Naik haji biar dagangan dan karir naik, sholat dhuha biar jadi PNS, sedekah biar mendapatkan rejeki berkali-kali lipat. Walau kita yakin akan dibalas sesuai janji Allah, tapi ketidaktepatan niat menjadikan ibadah bukan lagi ibadah yang penuh keikhlasan. Ibadah menjadi sebatas transaksi jual beli.
Ini yang sering diceritakan Cak Nun dengan Surga itu tidak penting. Kita ini mencari surga atau keridhoan Tuhan? Begitu terpesonanya kita dengan surga, kita mati-matian mengejar surga. Setiba di sana kita di cuekin yang punya Surga. Karena selama di dunia kita cuma minta Surga-Nya, bukan ingin mencari keridhoan yang punya-Nya.
Seperti ilustrasi tentang pedagang miskin yang dagangannya tidak laku, lalu berusaha sabar dan ikhlas. “Kalau saya pantas miskin, ya sudah saya ikhlas. Yang penting Tuhan ridho sama saya.” Biasanya yang seperti ini langsung diganjar dengan kelebihan rejeki.
Tapi kalau ketemu yang model pengeluh yang hanya bisa menangisi diri sendiri, “Saya salah apa ya Tuhan, kok dagangan saya nggak laku-laku? Kok saya melarat? Kok hidup saya susah banget. Apa dosa saya ya Allah? Biasanya malah langsung ditampar sama malaikat sekalian, kata Cak Nun.
Perlu diingat juga, seperti tertulis dalam QS Al Baqarah 2: 216 di atas, kemalangan kita saat ini belum tentu hal yang buruk. Bukankah banyak pengalaman hidup orang-orang yang susah dan penuh kemalangan ternyata menjadi berkah bagi kesuksesan mereka di kemudian hari. Dan lihat juga contoh-contoh bagaimana kesuksesan sesaat ternyata menjadi sumber kemalangan besar di kemudian hari.
Semoga kita semua dimudahkan untuk bisa memberi dengan benar-benar ikhlas.
(900 kata tidak termasuk ayat Al Quran)
Posting Komentar untuk "Mengapa Sulit untuk Memberi dengan Ikhlas"
Posting Komentar