Apa yang Perlu Dipamerkan di Sosial Media?
Ketika bosan bersosial media melanda
Saya sempat lama tidak aktif untuk berbagi informasi di sosial media pribadi seperti FB dan IG. Entah kenapa, rasanya kok nggak ada yang benar-benar perlu untuk dibagikan. Tiba-tiba saya merasa kehilangan urgensi mengenai apa perlunya membagikan informasi pribadi di sosial media.
Apa manfaatnya orang lain tahu saya pergi kemana, makan apa, pakai baju apa, atau sama siapa? Saya bukan selebriti yang kehidupan pribadinya dikepoin banyak orang. Siapa yang peduli saya mau jungkir balik seharian juga.
Bagi orang-orang terdekat yang perlu tahu, saya bisa berbagi di WA keluarga atau grup pertemanan kecil. Rasanya kok ya nggak ada informasi yang benar-benar diperlukan oleh seribuan followerku tercinta.
Tapi kan kita perlu memberi tahu kepada dunia bahwa kita hari ini masih baik-baik saja. Masih hidup normal. Masih bisa bahagia-bahagia saja. Dunia wajib tahu itu!
Takutnya kalau kita tidak eksis di sosial media, disangkanya kita lagi menderita lahir batin dunia akhirat. Halah… ada-ada saja.
Faktanya ya kan nggak begitu juga. Saya eksis atau pun nggak eksis di sosial media, ya saya akan begini-begini saja. Paling saya perlu waktu lebih untuk bisa eksis di sosial media.
Untuk tampil kan ya perlu dipersiapkan dulu juga. Perlu ambil foto yang harus diperhitungkan sudut terbaiknya. Memastikan diambil beberapa kali take untuk menjamin penampilan paripurna luar dalam. Jangan sampai kelihatan oleh dunia kaya orang susah.
Belum lagi untuk membalas komen yang datang. Atau godaan untuk memantau jumlah likes dan siapa yang hadir di postingan kita. Eksis di sosial media menjadi tidak sesederhana dulu lagi. Saya mulai kehilangan energi dan merasa itu membosankan.
Anehnya, walau saya bilang bosan untuk eksis di sosial media, faktanya waktu saya bersosial media tetap saja tinggi menurut data dari aplikasi pemantau yang terpasang di HP. Bisa sampai 5 jam sehari loh mantengin sosmed!
Ternyata sekarang saya itu lebih tertarik baca cerita-cerita dari orang random di platform lain seperti Quora atau Twitter. Cerita di Quora itu seringkali menarik dengan cara penuturan yang runtut.
Sudah pada nonton Youtubenya Densu episode cerita Mbak Norma Risma tentang penggerebekan perselingkuhan suami dan ibu kandung itu? Model-model begitulah cara bercerita orang di Quora. Rapi dan enak bacanya. Itu penulisnya pada enak-enak banget sih nulisnya.
Bukan fiksi, tapi nyata. Cerita-cerita seperti ini terasa menarik karena bisa jadi bahan renungan buat kita.
Saya pernah ketemu sebuah cerita mengenai pengalaman seorang anak yang ibunya meninggal karena ditikam oleh bapaknya. Serem emang! Nah berita ini sebenarnya viral di media online pada masanya. Tau kan ya, baca berita di media online itu nggak pernah bener. Hanya mengulang-ulang informasi yang membosankan dan nggak benar-benar menceritakan yang perlu kita tahu.
Di Quora ternyata si anak bercerita panjang lebar mengenai pengalaman hidupnya sejak kecil berhubungan dengan ayah dan ibunya, hingga akhirnya sampai pada peristiwa penikaman tersebut. Kita akhirnya jadi tahu latar belakang yang lebih utuh terhadap sebuah peristiwa. Bagaimana orang bisa mengambil keputusan yang sangat diluar nalar.
Di Quora itu bukan hanya cerita urusan rumah tangga. Tapi juga bisa kita baca pengalaman pendidikan, pengalaman tinggal di luar negeri, pengalaman ditipu, dan banyak lagi.
Saya jadi berpikir, bahwa yang dicari orang sekarang adalah pengalaman personal orang lain. Kita bukan lagi perlu diajarkan sesuatu yang terlalu umum. Yang umum-umum, sudah terlalu banyak persediaannya.
Yang kita perlukan adalah pengalaman unik dari orang-orang yang benar-benar mengalami sebuah peristiwa. Belajar dari pengalaman orang lain judulnya.
Apakah harus selalu membagikan konten bermanfaat?
Duh, ribet amat mikirin berbagi konten yang bermanfaat buat orang lain. Bagaimana kalau kita sekedar mau menyimpan kenangan saja? Sekaligus ‘pamer-pamer’ tipis lah mengenai pencapaian kita di dunia ini.
Tentu saja itu sah-sah saja kok. Sosial Media sejatinya memang diciptakan untuk kebahagiaan kita kok. Untuk kita bisa eksis, bisa merasa diterima, bisa merasa bermanfaat, bahkan bisa mencari segenggam berlian. Its ok. Konten sosial media silakan diisi sesuai kebahagiaan masing-masing.
Hanya saja, jangan berharap banyak dilihat orang lain. Apalagi kalau jarang-jarang posting ya. Kondisi seperti ini yang bikin kita cenderung jadi bosan.
Beneran deh kita itu pada dasarnya diperdaya untuk tetap ‘membuang-buang waktu’ di sosial media. Mereka para developer aplikasi sosial media tidak akan rela kalau kita bisa benar-benar bosan dan hanya buka sosial media sebatas 30 menit sehari saja. Semakin lama kita mantengin sosial media, semakin banyak cuan yang mengalir buat para developer dan para konten kreator yang bener-bener super cerdas dan rajin.
Jadi sementara ini kesimpulannya adalah saya akan mengisi sosial media saya dengan hal-hal yang perlu bisa saya nikmati sendiri dulu. Pengalaman dan curhatan sehari-hari yang sayang kalau tidak terekam dengan baik. Kalau ada pembaca yang bisa mengambil manfaat dan inspirasi, ya Alhamdulillah.
Kamu sendiri mengisi sosial mediamu dengan konten seperti apa?
5 komentar untuk "Apa yang Perlu Dipamerkan di Sosial Media?"
Sosmed oh sosmed..
Kalau saya pribadi niatnya.buat menebar manfaat, soalnya blog saya kemungkinan jarang yang baca.
Sementara kalau menyampaikan pemikiran di fb lebih mudah mencapai pembaca.
Sesekali posting ttg kehidupan pertanda saya masih hidup.hehe