Reply 1987, Perjalanan Keluarga yang Paling Berkesan bagi Seorang Anak
Ketika Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari mengangkat tema Pengalaman Travel yang Berkesan, saya tanpa ragu langsung teringat dengan satu-satunya perjalanan panjang yang pernah kami jalani di Mei - Juni 1987.
Saat itu saya berusia 11 tahun. Baru selesai Ebtanas SD.
Traveling bukanlah budaya keluarga kami. Saya lupa juga, apa karena nggak punya waktu atau nggak punya duit. Tipis memang bedanya.
Keluarga kami tinggal di sebuah kota kecil bernama Dompu. Sebuah kabupaten di pulau Sumbawa, NTB. Saat itu papa adalah kepala bagian di Kejaksaan Negri Dompu. Beliau yang dipindahkan dari Mataram sejak tahun 1981. Bisa dibilang kami hampir bulukan lah di sini.
Dua orang adik saya lahir di kota kecil ini. Saat perjalanan ini, Sandra berusia 6 tahun dan Kartika 3 tahun.
Jadi ceritanya, Mama saya itu aslinya orang Medan. Kemudian diangkat anak oleh orang Kejaksaan yang ditugaskan ke NTB. Di NTB ini kedua orang tua saya bertemu dan memutuskan menikah di Mataram pada tahun 1974.
Sejak diangkat anak, menikah, punya 3 anak, Mama saya belum pernah bertemu lagi dengan orang tuanya di Medan.
Nah, di tahun 1987 akhirnya kami punya rezeki untuk bisa silahturahmi ke Medan. Mama akan bertemu ibunya setelah belasan tahun tidak bertemu!
Walau pada tahun-tahun selanjutnya, saya berkesempatan traveling seru ke Malaysia atau Jepang, namun traveling yang satu ini adalah yang paling berbekas dalam ingatan.
Berikut sejumlah alasan mengapa pengalaman perjalanan kali ini begitu berkesan di kepala saya hingga sekarang.
#1 Perjalanan yang sangat panjang
Mungkin tidak banyak orang yang tahu ada kota bernama Dompu di pulau Sumbawa. Saking kecilnya kota ini, ketika usia SD saya bisa keliling kota naik sepeda tanpa capek. Bisa sambil bonceng adik lagi. Kalau anak sekarang daya jelajahnya hanya 1 kompleks perumahan, saya dulu mainnya dari ujung ke ujung kota.
Rute perjalanan kami menuju Medan dimulai dengan perjalanan darat naik bis ke kota Mataram. Lalu naik Kapal PELNI menuju ke Tanjung Perak Surabaya. Dari Surabaya naik kereta api ke Jakarta. Baru kemudian dilanjutkan ke Medan dengan Kapal PELNI.
Jalur pulangnya, kami naik kapal yang sama langsung dari Medan ke Surabaya. Tapi sempat transit dan turun dulu di Tanjung Priok Jakarta selama beberapa jam. Dari Surabaya naik pesawat ke Mataram. Dan ditutup naik bis kembali ke Dompu.
Ini buat kami sekeluarga sangat luar biasa. Karena sebelumnya trayek traveling kami paling hanya perjalanan beberapa tahun sekali ke kampung Papin (nenek dari papa) di Desa Ongko Empang Sumbawa. Jaraknya hanya beberapa jam saja dari Dompu dan cukup menggunakan mobil pribadi saja.
Lama perjalanan panjang ini seingat saya sekitar 1,5 bulan. Yang pasti saya sudah selesai ujian Ebtanas SD pada pertengahan Mei 1987. Dan kembali saat sudah mulai masuk SMP. Zaman dulu sih, nggak ada cerita anak-anak repot pusing cari sekolah. Apalagi di kota kecil ya.
Berfoto di depan Istana Boneka Dufan bersama keluarga angkat Mama |
#2 Pengalaman naik berbagai moda transportasi
Dalam perjalanan ini kami berkesempatan tahu berbagai moda transportasi untuk pertama kalinya.
Untuk perjalanan darat kami sempat naik bis dari Dompu menuju Mataram. Saat menyebrang dari pulau Sumbawa kami naik kapal feri dari pelabuhan Alas (saat itu belum di pindah ke pelabuhan Poto Tano di Taliwang seperti sekarang).
Kemudian kami pertama kali naik kereta api dari Surabaya menuju Jakarta.
Kami juga berkesempatan naik kapal besar yang baru diresmikan. Baunya masih baru dan gres. Sebenarnya saya lupa namanya. Apakah KM Kelimutu atau KM Lawit. Saat itu KM Lawit baru dioperasikan pada Desember 1986.
Kami sempat 3 kali menggunakan kapal besar ini. Dari Lombok ke Surabaya, dari Jakarta ke Medan, dan dari Medan ke Surabaya melalui Jakarta.
Pesawat kami pilih saat pulang dari Surabaya menuju Mataram. Beneran komplit deh dicoba semua.
Menikmati Brastagi Medan dan Pengalaman pertama ke puncak Monas |
#3 Pertama kali keluar NTB
Ini pertama kali kami menginjakkan kaki ke pulau Jawa dan Sumatra. Buat orang yang biasa tinggal di kota kecil, lihat keramaian seperti Jakarta dan fasilitasnya yang terasa asing bagi kami, benar-benar menakjubkan. “Wow lamena… (ramainya),” komentar adik saya saat pertama kali kami masuk stasiun Gambir. Itu pertama kali kami lihat Monas.
Ketika di Surabaya, kami juga berkesempatan mampir sebentar ke Tunjungan Plaza. Itu pertama kali saya tahu yang namanya eskalator. Lalu saat di Jakarta, saya pertama kali naik lift di Ratu Plaza. Begitu senangnya, sampai sengaja bolak-balik mencobanya beberapa kali. Asli udik banget.
Selama di Jakarta, kami berwisata ke Monas, Dufan, Taman Mini Indonesia Indah, dan Keong Emas. Ketika di Medan, saya ingatnya kami ke Brastagi. Masih ingat rasanya melalui jalan yang berkelak-kelok menuju Brastagi.
Salah satu yang berkesan adalah ketika kami bisa foto bareng Kak Henny Porwonegoro di Taman Mini. Bangga banget memamerkan foto penyiar Aneka Ria Anak-anak bersama Kak Seto Mulyadi ini ke teman-teman di Dompu.
Baiknya Kak Henny Purwonegoro yang bersedia turun dari mobilnya sekedar berfoto bersama kami di TMII |
#4 Kesempatan silahturahmi keluarga
Dalam perjalanan ini, selain tujuan utamanya bertemu Hababa (nenek) di Medan, kami berkesempatan bertemu dengan banyak saudara dan kerabat yang telah lama tidak bertemu.
Selama di Jakarta, kami bertemu dengan keluarga angkat Mama di Tebet. Bertemu adik bungsu Mama, Tante Dila. Tante Dila lalu memutuskan untuk ikut bersama ke Medan bersama kedua anaknya.
Yang seru juga adalah bertemu dengan atasan-atasan Papa di Kejaksaan Agung. Atasan-atasan Papa ini dulunya sempat seperti orang tua sendiri bagi kedua orang tua saya saat mereka bertugas di Mataram.
Mereka semua ingatnya sama Shanty yang masih bayi. Dan sekarang sudah 11 tahun. Sekalian Papa menanyakan kemungkinan untuk bisa pindah tugas. Karena kami sudah 7 tahun terdampar di Dompu.
Puncak perjalanan adalah bertemu dengan Hababa di Medan. Wah itu ya, heboh banget. Masih di ujung jalan, Maminya Mama sudah menyambut 2 anak gadisnya yang lama hilang. Mereka bertangis-tangisan lumayan lama.
Kebayang ya, berpisah dari anak belasan tahun lalu kini kembali dengan menantu dan cucu-cucu. Sampai sekarang, saya masih ingat rasa keharuan itu.
Bersama Hababa di Medan sebelum kami kembali pulang. Alhamdulillah di tahun-tahun berikutnya kami jadi lebih sering bertemu. |
#5 Dapat oleh-oleh luar biasa
Dalam perjalanan pulang dari Medan, papa dihubungi untuk mampir ke Kejaksaan Agung Jakarta. Ternyata Papa mendapatkan Surat Keputusan (SK) untuk pindah ke Karawang, Jawa Barat. Wow, kebayang dong senengnya kami.
Lagian setelah pengalaman perjalanan ini, setelah mata terbuka dengan keramaian ibu kota, rasanya kebayang tersiksanya harus tetap tinggal berlama-lama di kota kecil. Sombong amat ya!
Tapi ya itu, kami benar-benar terpesona dengan tanah Jawa. Alhamdullillah kesempatan itu datang juga. Ternyata kesempatan itu kadang kala memang perlu dijemput. Bisa jadi kalau Papa nggak melakukan perjalanan ini dan sowan ke atasan-atasannya, kami akan beneran nyangkut di Dompu selama bertahun-tahun lagi.
SK ini yang bikin Papa memutuskan segera melanjutkan pulang dengan pesawat. Karena selain perlu mengabarkan kabar gembira, saya pun harus segera mengurus pindah sekolah ke kota yang baru.
Jadi sekembali dari perjalanan ini, Mama langsung sibuk-sibuk ngepak barang dan kami meninggalkan Dompu for good. Sampai hari ini, saya belum lagi kembali ke Dompu. Walau pada tahun 1999 sebenarnya saya sempat kerja 1 tahun di Sumbawa.
Serunya naik kapal PELNI |
Perjalanan yang Mengesankan
Jadi mungkin benar ya, sesuatu yang dilakukan sesekali itu lebih berkesan daripada sesuatu yang rutin dilakukan. Karena jarang traveling, dan sekalinya traveling langsung heboh, kesannya jadi begitu mendalam.
Ini juga yang membuat saya jadi punya obsesi untuk bisa bawa anak-anak melakukan traveling langsung heboh kaya begini. Jarang-jarang, tapi berkualitas.
Sabar ya Raka & Sasya, Mama dan Abah menabung dulu biar kita bisa jalan-jalan seru kaya gini ke Sumbawa atau bahkan Dompu! Amin….
Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Februari dengan tema Pengalaman Travel yang Berkesan |
57 komentar untuk "Reply 1987, Perjalanan Keluarga yang Paling Berkesan bagi Seorang Anak"
Dan koleksi foto-fotonya, wah benar-benar membawa saya back in time, inget banget dulu pas saya masih kecil, tante-tante (kakak-kakak Papah) suka pakai baju terusan yang manis begitu, atau rok midi dan ikat pinggang, ehehe.
Wah ternyata Mba Shanty sudah banyak menjelajah Indonesia ya sejak kecil. Dompu, Medan, Karawang, Jakarta, Surabaya, Bandung, .....
Dan, betul Mba Shanty, saya selama ini belum tahu keberadaan Dompu, makasiiy sudah memberi kisah ini ya Mba :)
Kayanya aku kalau diminta ceritain masa mudah dulu...emm, banyak yang terserak.
Alhamdulillah,
Tujuan akhir selalu tanah Jawa ya..Alhamdulillah~
Perjalanan kehidupan yang penuh kenangan indah dan terlupakan.
Baru tahu kalau Teteh pernah tinggal di Sumbawa, aku suka banget, padang rumputnya cantik-cantik.
Pastinya perjalanan yang sangat berkesan ya, jaman dulu pesawat masih mahal, telpon juga ga kaya sekarang kan. Pastinya Mamah Teh Shanty kangen banget dengan Hababa.
Semoga bisa terkabulkan rencana perjalanan Teh Shanty bersama keluarga, dimudahkan rezeki dan dilapangkan masa.
Sumbawa itu kerasa kaya sabana banget kalau pas lagi kering-keringnya.
Aku juga asli Medan, turunan Jawa sih. Dan lalu merantau ke Lombok, ketemu suami (yg juga orang Medan) dan lalu ke Bali.
Tapi kalo perjalanan darat ke Medan masih belum pernah sih. Rencana tahun lalu, tapi lagi parah pandemi kan, tahun ini pun sepertinta begitu.
Yah, jadi sekarang mengandalkan video call aja dulu deh. Semoga bisa ngumpul lagi sama keluarga.
Seru deh cerita perjalanannya mbak. Dan alhamdulillah bisa ketemu semua di tengah-tengah ya. Hihi..
salam jalan-jalan
Ternyata memang ada gunanya juga cetak foto itu ya Mbak Dew. Nggak hanya mengandalkan foto digital seperti zaman sekarang.
Cerita ini banyak saya tahu tempatnya, saya pernah tinggal 8 tahun di Bali untuk kuliah dan kerja dan punya sahabat dari Bima, Dompu, Kupang, Lombok...dan daerah Indonesia Timur lainnya. Setelahnya ikut suami yang bekerja di Langkat, Sumut, jadi mainnya ke Berastagi..
Meski sudah lama perjalanannya kalau mengesankan sungguh jaid kenangan ya Mbak
Dan kerennya dirimu masih menyimpan dengan baik foto-fotonya! Salut!
Btw, aku juga kagum dengan koleksi foto jadul berwarna cokelat yang tersimpan rapiiii. Benar-benar kayak membuka memori lawas yaa..
aku bayangkan kalau kami mudik pasca pandemi, kali juga bakal perjalanan panjang medan jakarta bandung solo dan mungkin kota kota lain di Indonesia.
cerita oerjalanan masa kecil pasti ada banyak, tapi dulu belum ngeblog jadilah hilang begitu saja ya kalau ga dengan sengaja ditulis begini
Beneran seru sih ini cerita pas masa kecilnya mbak
Bisa mencoba banyak hal juga dalam sekali perjalanan
Bakalan berkesan dan yang pasti bisa jadi cerita untuk anak2 nih ya nbak
Aku tidak ingat apa saja yang sudah terjadi
Hanya ada foto foto dari almarhum bapak yang tampaknya sayang banget sama aku sebagai anak pertama
Beruntung kalai 1987 sangat berkesan ya Mbak
Dan anak saya tu belum pernah looo bepergian pake kapal laut.
Makasih sudah berbagi