Perjalanan panjang menembus PPDB SMP 2019 di Bandung (Bagian 4)
Menentukan sekolah pilihan
Setelah puas mendapatkan informasi dari Disdik Bandung mengenai PPDB SMP 2019, sekarang waktunya meninjau sekolah yang tepat.Sebuah keberuntungan di daerah kami ada 4 sekolah dalam radius 3,2 km. Yang terdekat SMPN 37 dengan jarak 900 meter. SMPN 30 dengan jarak 1,1 km, SMPN 31 dengan jarak 1,7 km dan SMPN 28 dengan jarak 3,2 km.
Sebenarnya sekolah yang kualitasnya lebih bagus adalah SMPN 13 di jarak 3,6 km. Tapi rasanya kok terlalu beresiko untuk bisa masuk sana. Beda 10 poin dengan SMPN 28 itu kan sesuatu banget.
Kecuali kalau nilai Raka outstanding 280 untuk jalur prestasi yang hanya 1 pilihan, baru berani.
Kami hanya punya 2 pilihan. Mau SMPN 37 yang terdekat untuk cari aman atau yang terjauh di 28. Bagaimana dengan 30 atau 31? Karena banyak informasi kalau SMPN 37 itu lingkungannya sangat tidak rekomended kata para tetangga.
Emang seburuk apa sih?
Tapi baiklah, untuk memastikan, kami harus lihat sendiri ke sekolah itu.
Jadilah pada18 Mei 2019, kami survei sekolah. Mulai dari SMPN 37 di Jl. Babakan Sari 1.
Depan sekolahnya sih asri dan nyaman. Tapi hati kami langsung agak kaget melihat kondisi bangunan dalam dan kelasnya. Kamar mandinya kotor, dinding kelasnya penuh coretan, bangkunya tidak bagus, lantainya di beberapa tempat pecah-pecah, septitanknya bocor ke halaman sekolah, dan secara umum sekolahnya tampak tidak terawat dan kotor.
Hiks, inikah standar sekolah negeri di Bandung?
“Kayanya nggak deh, SMP Abah nggak seperti ini," kata si Abah. Ini sih kayanya emang jorok!
Baiklah, coba kita lihat sekolah lain. Raka mukanya sudah lain dan nggak menunjukkan minat mau ke sekolah ini.
Kami tiba di sekolah kedua di SMPN 30 di Jl. Sekejati. Fiuh...kami bisa menarik napas lega melihat sekolah ini. Walau tidak besar dan bangkunya tidak terlalu bagus, tapi setidaknya dinding sekolah ini cukup bersih dan terasa layak untuk ditempati anak-anak belajar.
“Aku mau sekolah yang ini,” kata Raka.
Ok sip, kita dapatkan 1 sekolah.
Mari kita lihat ke SMPN 28 di Jl. Solontongan. Ternyata SMPN 28 punya toilet yang cakep banget. Standar hotel lah. Keren amat ada sekolah negeri kaya gini. Bangkunya juga sudah kayu yang dilapis melamik putih. Setingkat di atas 2 sekolah sebelumnya.
Yang kerennya lagi, saat kami survei di hari Sabtu, ada aktifitas ekskul yang ramai. Menurut Abah, itu artinya sekolah bagus. Ada kegiatan, tidak seperti 2 sekolah sebelumnya.
Ok fix hati kami sudah puas dengan 2 sekolah ini.
Eh, tapi emang bagaimana sih kondisi 2 sekolah yang katanya favorit di Bandung itu? Coba ah, Mama penasaran dengan kondisi SMPN 5 dan SMPN 2 Bandung.
Kenapa sih orang rebutan pengen sekolah di sini dan lulusannya bisa selalu tertinggi nilainya di Bandung?
Dan bener dong, ternyata beda banget dengan kondisi infrastruktur bangunan di SMP negeri yang kami kunjungi sebelumnya. SMPN favorit orang Bandung ini halamannya luas, tamannya bagus, kelasnya lega dan bersih, bangku dan papan tulisnya bagus.
Ini sih bagai bumi dan langit kalau dibandingkan dengan SMPN 37. Entah itu dari sudut mana lihatnya kalau bisa bilang semua sekolah negeri kualitasnya sama di Bandung raya.
NGGAK! SAMA SEKALI NGGAK!
Tapi walau sekolahnya tidak bagus, orang-orang sekitar lingkungan sekolah pasti rebutan berusaha masuk. Bukan apa-apa. Karena nggak ada pilihan sekolah lain yang dekat mereka!
Jadi wajar kalau radius penerimaan tahun sebelumnya hanya di 589 meter saja. Padahal saat itu kuota yang tersedia 90% melalui jalur zonasi murni.
Kalau sekarang kuota zonasi murni dipotong 20% untuk zona kombinasi, artinya radius penerimaannya bisa lebih kecil dari 589 meter. Radius 600 meter dari sekolah itu, adalah benar-benar daerah perkampungan padat.
Saya berharap Disdik Bandung bisa kasih perhatian lebih sama sekolah seperti ini. Tolonglah dibantu perbaikan infrastrukturnya. Dindingnya dicat sehingga setidaknya anak-anak bisa semangat belajar.
Rasa percaya diri anak-anaknya tumbuh. Lingkungan sekolah mereka sehat. Semoga dengan begitu rerata UN lulusan mereka bisa meningkat dari kondisi tahun 2019 yang hanya di angka 56,72. Jauh dibanding rerata lulusan SMPN 5 yang 85,3 atau bahkan SMPN 28 yang 72,03.
Kalau menurut saya juga, sekolah yang menampung anak di radius kurang dari 1 km, kok ya rasanya kurang sehat. Lingkup pertemanannya apa nggak terlalu kecil ya? Kalau anak SD sih masih wajar radius teman sekolahnya di sekitar 500 meteran saja. Cukup jalan kaki ke sekolah.
Tapi kayanya kalau sudah SMP, radiusnya boleh lah sampai 3 km-an. Nanti pas SMA, bisa deh sampai radius 5 km an. Kalau dari SD, SMP, SMA teman mainnya hanya di radius 500 - 1 km saja, kok ya rasanya ada yang salah ya.
Terlalu homogen hidupnya.
Pengumuman hasil UN dan PPDB
Jeng...jeng...jeng…. Inilah puncak perjuangan selama 1 tahun ini. 3 hari sebelum pendaftaran PPDB dibuka, pada tanggal 20 Mei 2019 Raka resmi mendapatkan informasi mengenai hasil UN-nya. Nilai UN Raka 270,53. Rata-rata 90.Alhamdulillah. Tapi itu artinya kami belum pada posisi aman seperti target 280. Opsi untuk mengambil jalur prestasi yang hanya 1 pilihan dan boleh lintas zonasi jelas tidak berani kami lakukan.
Sepertinya kami akan memilih main aman dengan zona kombinasi ke pilihan pertama di SMPN 28 dan pilihan kedua SMPN 30. Dari segi pembobotan, nilai Raka akan di angka 252 di pilihan ke-1 dan 276 di pilihan kedua.
Dengan semangat 45, kami tiba di SMPN 28 pada hari pertama pembukaan PPDB. Kami datang ke sekolah pukul 7.30.
Ketika melihat antrian yang mengular, kami pun ikut berbaris. Tapi feeling saya bilang, kalau si Abah mending berjalan-jalan di bagian depan antrian untuk mendengarkan informasi. Biar saya yang mengantri di bagian ekor ular ini.
Benar saja, sekitar pukul 8 terlihat keriuhan di bagian depan antrian. Ternyata ada pembagian nomor antrian. Orang-orang pun rebutan mengambil nomor antrian itu. Untung si Abah ada di depan dan sempat mengambil nomor antrian 107. Saat itu nomor yang dibagikan mencapai angka 200-an.
Duh ya, kalau mau bagi nomor antrian coba dibagikan saja secara teratur kepada yang sudah berbaris rapi. Kasihan yang datang dari lebih pagi ada yang kebagian nomor 160-an.
Nah, coba deh urusan pembagian nomor antrian ini dipersiapkan dengan baik dan distandarkan di setiap sekolah. Masa sih urusan sesederhana antrian ini nggak bisa dibuat lebih rapi.
Misalnya begitu datang langsung diberikan nomor antrian dan disampaikan perlu kembali lagi pukul berapa. Jadi nggak perlu orang berdiri berjam-jam seperti itu.
Sekitar pukul 11 siang, diumumkan kalau hari pertama pendaftar yang dilayani hanya sampai nomor 110 saja. Nomor antrian 111 dan seterusnya akan dilayani besok.
Kami dengan nomor antrian 107 akhirnya mendapat panggilan pemeriksaan berkas sekitar pukul 14.00.
Saat itu ada 4 meja yang harus didatangi.
Meja 1: Pemeriksaan berkas
Panitia memastikan semua data lengkap, KK benar 1 tahun terakhir, dan lainnya.
Kami kira KTP dan KK asli akan diperiksa di meja ini. Ternyata nggak tuh.
Padahal menurut saya, disinilah potensi kecurangan yang sangat mungkin bisa dideteksi. Tinggal dilihat saja apakah alamat KTP orang tua dan KK-nya sama? Apakah nama anak berada dalam 1 KK dengan KK orang tuanya?
Meja 2: Menentukan titik koordinat
Dari alamat KK, dipastikan posisi rumahnya yang mana di Google Map. Dari situ didapat titik koordinat yang dicatat di atas sebuah surat yang ditandatangani orang tua.
Kasihan juga melihat beberapa orang tua yang agak bingung menentukan posisi rumahnya di Google Map. Tapi mungkin juga sih mereka bingung karena memang bukan menggunakan alamat rumah asli, tapi alamat rumah nenek atau alamat rumah kos-kosan. Maaf berburuk sangka...
Meja 3: Pencatatan data manual
Di meja ini ada seorang ibu yang menulis nama anak dan nilainya dalam sebuah buku berdasarkan jalur yang dipilih. Saya jadi jadi tahu kalau Raka adalah pendaftar ke-7 untuk jalur kombinasi dari kuota 57 orang.
Wah sedikit banget yang daftar jalur kombinasi di SMPN 28 pada hari pertama ini.
Meja 4: Input data dan menerima bukti pendaftaran
Nah meja terakhir ini yang lama banget. Membutuhkan sekitar 3 - 10 menit lah per pendaftar. Ada 2 laptop yang digunakan untuk input data khusus pendaftar zona murni dan kombinasi.
Di sini seluruh data diinput ke dalam komputer. Mulai dari nama anak, Nomor NIK, 16 digit nomor Ujian, 10 digit nomor NISN , asal sekolah, rencana pilihan 1 & 2, titik koordinat untuk menentukan jarak sekolah ke rumah, dan nilai UN per mata pelajaran untuk yang jalur kombinasi.
Pokoknya semua data yang akan ditayangkan secara online di website PPDB.
Setelah data masuk, peserta diberi bukti pendaftaran yang memuat semua data di atas. Jadi pastikan sekali lagi input data sudah benar.
Input data Raka tercatat di pukul 15.30.
Alhamdulillah beres. Sekarang tinggal berdoa yang kenceng sambil memantau website PPDB.
Data bisa dipantau secara online di H+1 setelah menunggu verifikasi kepala sekolah. Tapi untuk pengumuman resmi harus datang ke sekolah pilihan pertama tgl 31 Mei 2019 pk 14.00. Karena untuk yang skornya SAMA, akan diputuskan melalui PLENO di sekolah.
Di SMPN 28, pendaftar dibagi menjadi 2. Satu ruang untuk jalur zonasi murni dan jalur kombinasi. Dan ruang kedua untuk 5 jalur lainnya (prestasi perlombaan, prestasi USBN, RMP, PDBK/Berkebutuhan Khusus, dan perpindahan orang tua).
Untuk tahun ini berbeda dengan tahun kemarin dimana orang-orang cari aman dengan mendaftar di akhir-akhir. Namun sekarang orang tua berlomba-lomba datang paling awal agar bisa daftar secepat mungkin. Karena sekarang, jika nilainya sama, maka yang diutamakan yang daftar duluan.
Tadinya saya pikir ada istilah kuota penuh sebelum 5 hari. Terus kuotanya ditutup. Ternyata nggak begitu. Pendaftaran tetap dibuka selama 5 hari kerja hingga pk 14.00 tanggal 28 Mei 2019. Karena bisa jadi yang daftar terakhir punya skor yang bagus.
Tapi kalau lihat data yang sudah masuk, anak-anak dengan jarak dekat dan nilai tinggi banyak yang sudah mendaftar di hari pertama. Sepertinya semua orang berpikiran cari aman dengan mendaftar di awal.
Bahkan beberapa sekolah yang saya tahu sudah punya pencatatan antrean sampai 500 pendaftar pada hari pertama.
Pemantauan PPDB online
Harus saya akui, PPDB online SMP Bandung itu bagus sekali jika dibandingkan dengan yang SMA. Sangat transparan dan mudah dipahami.Paling kalau mau ditambahkan tampilan alamat rumah seperti yang SMA. Biar kelihatan sekalian kalau terjadi kecurangan.
Kita tahu anak ini rumahnya di mana, eh kok malah pakai alamat yang lain. Bahkan ada orang tua yang kreatif pakai alamat kantin sekolah SMP asal atau kantin sekolah SMA tujuan. Hadeuh!!!
Tapi memang tegang juga sih melihat bagaimana posisi Raka turun terus dari 5 hari masa pendaftaran PPDB. Pada hari pertama muncul datanya, Raka berada di peringkat ke-3. Beberapa menit kemudian turun ke-5, terus ke belasan, ke dua puluhan, ke tiga puluhan.
Dan pada hari +1 penutupan pendaftaran nyangkut di posisi ke 48 dari kuota 57 orang. Termasuk 2 orang terakhir dengan jarak terjauh di 3 kiloan dan 2 orang dengan nilai UN tertinggi untuk jalur kombinasi.
Fiuh….rasanya seperti lolos dari lubang jarum.
Alhamdulillah pada pengumuman tanggal 31 Mei 2019, Raka resmi diterima di SMPN 28 Bandung. Kami lolos mendapatkan 44% jatah kursi sekolah negeri.
Menurut Raka, lebih bangga bisa lolos sekolah negeri dibandingkan sekedar bisa dapat nilai UN dengan rerata 90. Perjuangannya lebih panjang ya Nak!
Data dikompilasi oleh Shanty Dewi Arifin dari data di http://ppdb.bandung.go.id/ |
Jadi bagaimana dengan sistem zonasi?
Kalau menurut saya sebagai orang tua, sistem zonasi yang seperti sekarang ini perlu dipertimbangkan lagi pelaksanaannya.Sistem zonasi dengan tanpa mempertimbangkan nilai dan hanya melihat jarak sekolah terdekat itu bisa jadi bagus jika memang ADA sekolah terdekat yang kualitasnya standar yang bisa menerima anak kita.
Kenyataannya, terlalu banyak anak yang tidak dapat sekolah yang layak di dekatnya. Kondisi infrastruktur sekolah negeri itu masih sangat jomplang.
Coba deh, kalau anak para pejabat mau sekolah di sekolah pinggiran, baru saya percaya kata-kata bahwa kualitas sekolah negeri itu sama saja.
Saya tidak tahu seberapa cepat pemerintah daerah memiliki kemampuan menstandarkan infrastruktur sekolah sehingga tidak jomplang antara sekolah favorit dengan sekolah pinggiran.
Mbok ya bangkunya sama, papan tulisnya sama, kamar mandinya sama, kualitas gurunya nggak beda jauh. Kan semuanya enak. Nggak usah disuruh, pasti anak-anak semangat untuk sekolah di sekolah terdekat.
Jangan juga bilang kami yang ribut ini hanya karena rebutan sekolah favorit yang bagus.
Bukan saudara-saudara!
Sekolah pinggiran yang ‘buduk’ juga laris manis seperti kacang goreng.
Yang rebutan 2 atau 5 sekolah favorit itu cuma segelintir orang kok. Masih jauh lebih banyak orang lagi yang sibuk rebutan sekolah-sekolah yang jaraknya lebih dekat dengan rumah.
Saya kira yang perlu menjadi fokus pemerintah adalah pemerataan kualitas sekolah. Kalau bisa jangan sampai ada daerah-daerah yang tidak ada pilihan sekolah negeri yang memiliki kualitas baik.
Saya juga terus terang agak terganggu dengan pendapat SIA-SIA anak belajar dan mendapatkan nilai tinggi tapi nggak bisa dapat sekolah. Mending cari rumah disamping sekolah dan anaknya tidur saja.
Ehm, kayanya nggak gitu-gitu amat juga sih. Tapi saya ngerti lah kesalnya mereka yang ber-UN tinggi dan tidak bisa tembus sekolah negeri impian. Kalah dengan mereka yang rumahnya di samping sekolah walau dengan nilai UN belasan.
Nggak Nak, perjuangan belajar kalian nggak akan sia-sia. Seaneh-anehnya soal UN SD, tapi itu merupakan pengetahuan dasar yang semestinya dikuasai anak-anak. Dasar pemahaman berbahasa, hitungan matematika, dan pengetahuan alam, itu penting untuk dipahami. Nggak rugi kok menguasai ilmu-ilmu ini.
Ilmu dasar di SD ini akan menjadi dasar ilmu lain di tingkat yang lebih tinggi. Anak-anak juga bisa belajar mengenai cara belajar, menyelesaikan persoalan, dan kemampuan menganalisa.
Menurut saya, setidaknya kemampuan anak SD setelah belajar selama 6 tahun semestinya bisa mendapatkan rerata minimal 6 lah. Kalau bisa dapat 7 itu sudah cukup. Rata-rata 8 bisa kita nilai sebagai bagus. Dan luar biasa kalau bisa rata-rata 9 ke atas.
Jadi jangan lah merasa cukup dengan tidur atau main game saja kemudian minta Papa Mama mindahin KK ke dekat sekolah. Its really BIG NO. Jangan pernah punya ide itu.
Saya benar-benar berharap Pak Jokowi bisa menemukan orang sakti yang bisa membereskan carut marut dunia pendidikan Indonesia sekarang ini. Yang punya nyali memberantas kecurangan-kecurangan dan mafia-mafia dunia pendidikan.
Akhir kata, perjalanan panjang 6400 kata ini saya tutup dengan doa semoga sistem PPDB tahun depan lebih baik lagi. Tetap semangat belajar anak-anak, apapun sistem yang digunakannya.
Perjalanan panjang menembus PPDB (bagian 1)
Perjalanan panjang menembus PPDB (bagian 2)
Perjalanan panjang menembus PPDB (bagian 3)
Susah untuk nggak ketawa saat dikasih lihat meme ini sama Raka. |
Posting Komentar untuk "Perjalanan panjang menembus PPDB SMP 2019 di Bandung (Bagian 4)"
Posting Komentar