Mengapa Saya Belum Membelikan Buku Harga Jutaan Untuk Anak
Sebenarnya sudah lama saya mau curhat soal buku harga jutaan yang banyak berseliweran di timeline sosial media. Tidak ada yang salah dengan buku anak yang harganya jutaan dan bisa dicicil itu. Saya sangat mengapresiasi teman-teman para penjual yang membantu para orang tua untuk bisa memberikan buku-buku tersebut kepada anak mereka. Itu sangat lah mulia.
Namun ada beberapa hal yang mengusik perasaan saya mengenai keberadaan buku harga jutaan ini. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi masukan buat para pembeli agar lebih bijak dan para penjual agar lebih tepat sasaran dalam menjual buku-buku tersebut. Bukan apa-apa, kasihan melihat orang-orang yang terpaksa mencicil dengan susah payah hanya demi sebuah buku. Mending kalau dia memang benar-benar tahu tentang buku tersebut dan punya banyak buku yang lain. Lah ini cuma itu satu-satunya koleksinya yang bisa dibaca. Asli miris lihatnya.
Saya tidak akan menyebut judul untuk buku harga jutaan itu. Tapi kriterianya adalah buku yang berjilid-jilid, hardcover, dan harganya di atas 1 juta. Bahkan ada yang 7 juta loh! Sebagai penggila buku tentu saja saya penasaran. Apa yang menyebabkan buku tersebut bisa semahal itu?
Alhamdullillah buku-buku harga jutaan ini bertebaran di sekitar saya. Ada yang punya tetangga, punya saudara, punya sekolah anak-anak, hingga di perpustaan kota yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Buku-buku tersebut boleh saya pinjam dan saya bawa pulang ke rumah untuk dibaca bersama anak-anak. Jadi saya punya kesempatan cukup banyak untuk bisa menilai buku tersebut sebelum mengeluarkan uang harga jutaan.
Berikut beberapa pertimbangan mengapa saya belum membelikan buku harga jutaan untuk anak:
#1 Harganya yang mahal
Bagi kami yang budget belanja buku per bulannya di kisaran Rp 100.000,- hingga Rp 200.000,- saja, angka jutaan itu terasa sangat besar sekali. Karena ini kan budget buku keluarga, bukan hanya buku anak saja. Masa setelah beli buku itu, kami harus puasa beli buku selama berbulan-bulan?
Budget buku segitu harus di eman-eman untuk bacaan Mama (ini yang utama), bacaan anak, dan keluarga. Mama sebagai teladan juga kan harus banyak baca buku loh.
Tapi kan dapatnya berjilid-jilid. Jatuhnya satu buku murah loh.
Coba deh dihitung benar-benar. Bagi jumlah harga yang kita bayar dengan jumlah buku yang didapat. Belum lagi kalau mau jujur, melihat berapa buku yang sebenarnya suka dibaca oleh anak kita? Benar-benar semua buku, atau cuma satu-dua buku saja?
Kemudian pergilah ke toko buku, dan lihat berapa harga buku untuk buku sejenis. Dan kalian akan takjub dengan hasilnya.
Alhamdulillah saat ini banyak penerbit yang cukup sholeh dengan menjual buku dalam bentuk satuan dengan harga yang terjangkau. Setiap kali kami ke toko buku, kami akan membeli satu demi satu buku seperlunya sesuai kebutuhan dan keinginan anak-anak. Cukup 1 buku dalam 1 bulan. Jadi si Mama tidak perlu pusing dengan cicilan harga jutaan itu.
Sejujurnya, tidak ada bedanya buku itu dimiliki sekarang atau 2 bulan lagi. Sama seperti panci, untuk buku, saya lebih memilih tidak mencicil. Kalau punya uang kita beli, kalau tidak punya masukkan ke wishlist dulu. Insya Allah kalau rejeki, tu barang nggak akan kemana-mana. Bahkan bukan tidak mungkin akan ada diskon gede-gedean yang munculnya suka mengejutkan. Jadi mending uangnya ditabung dulu, daripada mencicil. Dapatnya Insya Allah lebih banyak. #cara_berpikir_mama_irit
#2 Ngabisin tempat
Rak buku di rumah yang sudah padat merayap. |
Rumahku kecil euy. Cuma tipe 50m2. Dengan budget buku seperti saya sebutkan di atas, rak buku kami penuh dengan jumlah yang cukup signifikan. Padahal paling juga nambah rata-rata 2-3 buku per bulan.
Nah kalau melihat koleksi buku harga jutaan yang seabrek-abrek itu, saya langsung mikir ini sih harus beli rak khusus. Kalau bisa bufet buku yang di pajang di ruang tamu. Biar kelihatan oleh tetangga bahwa kami horang kaya yang bisa beli buku harga jutaan. Udah kaya rumah orang yang pamer kristal gitu deh. Harganya kan mirip-mirip itu.
Tapi setiap kali mau beli rak buku baru, uangnya keburu habis dibelikan buku. Jadilah rak buku baru belum terbeli, dan buku harga jutaan pun masih jauh dari daftar wishlist.
Kurangi dong buku yang ada. Kan mending simpan buku harga jutaan buat pajangan biar lebih berkelas.
Saya jawab komentar ini dalam alasan berikutnya.
#3 Banyak pilihan buku yang lebih murah
Ini bukan mau mengingatkan pada iklan pembasmi nyamuk itu ya, “Kalau yang lebih mahal banyak!” Karena budget buku yang terbatas, kami menjadi harus maha selektif dalam memilih buku yang perlu mengisi rumah mungil kami. Hanya buku-buku yang benar-benar kami butuhkan dan sukai yang berhak mendapat posisi istimewa di singgasana rak buku.
Kalau kita rajin ke toko buku, kita akan melihat begitu banyak pilihan buku yang ada. Apalagi kalau kita berteman dengan penulis-penulis buku papan atas. Wah…. ngiler tingkat dewa melihat buku-buku karya mereka. Ini bagus, itu bagus. Bawaannya semua mau dibeli.
Saya sempat mengkhayal, kira-kira berapa budget belanja buku ideal agar semua wishlist buku saya bisa terwujud. Ternyata unlimited. Kalau diikuti, jadinya serakah dan tidak sehat juga nih. Makanya saya akhirnya membatasi dengan kemampuan kecepatan membaca saja. Paling juga 1 minggu 1 buku, atau 1 bulan 4 buku itu sudah maksimal. Cukup beli satu buku dan 3 buku meminjam di perpustakaan.
Dan bagaimana menentukan 4 buku yang beruntung itu? Kita baca review dan skimming dulu buku yang hendak kita baca. Makanya kalau saya paling tidak bisa beli buku sebelum benar-benar tahu dulu isinya seperti apa. Minimal reviewnya lah. Kalau kira-kira ada buku yang lebih baik, ya tidak perlu juga dipaksakan untuk membaca buku tersebut. Walau seluruh dunia akan menghujat kita karena menganggap kita tidak mengikuti selera pasar.
Buku itu benar-benar masalah selera sih. Dan kita tidak bisa didikte pasar untuk menentukan buku yang benar-benar kita perlukan. Apalagi jika berurusan dengan buku anak-anak. Kalau niatnya ingin membangkitkan semangat membaca anak, maka anak lah yang harus benar-benar suka dengan buku tersebut. Bukan Mamanya!
Anak-anak makanya saya biasakan menabung jika menginginkan sesuatu. Apakah itu buku atau mainan. Jadi mereka akan lebih bertanggung-jawab terhadap milik mereka.
Saya sendiri sering berbeda selera dengan anak-anak masalah buku. Buku yang saya nilai bagus, ternyata mereka kurang suka. Buku yang saya nilai biasa saja, bisa tidak lepas dari tangan mereka sepanjang minggu. Namanya juga anak-anak.
Pilihan buku murah itu juga bisa diburu saat pameran buku, diskon gudang, atau ajang penjualan buku murah yang sekarang menjamur itu. Bahkan toko buku besar, punya lapak khusus untuk buku-buku diskon berkualitas. Itu murahnya bisa gila-gilaan.
Tapi memang ya, untuk bisa menemukan buku murah dan berkualitas itu perlu amalan yang agak kenceng. Kudu cinta sama buku dan rajin ke toko buku. Insya Allah, amalan kita akan mendapat buah yang manis. Nah kalau yang nggak ngerti soal buku, jarang banget ke toko buku, apalagi alergi melihat baris-baris tulisan dalam sebuah buku, ya memang rada susah untuk bisa menilai sebuah buku. Model seperti ini, siap-siap saja dikadalin penjual buku yang hanya mementingkan keuntungan tanpa mau peduli dengan kesulitan orang lain.
Saran saya, sebelum membeli buku harga jutaan, cobalah untuk beli buku yang murah-murah dulu. Nanti kalau sudah lebih advance, bolehlah membeli buku harga jutaan yang bisa kita jadikan pajangan itu.
Buku seri Genius Matematika keluaran Edutivity Gramedia ini sangat highly recommended untuk pemahaman matematika anak-anak. Harganya hanya Rp 28.000,- per buku. |
#4 Tidak semua seri perlu dibaca
Satu yang bikin saya gondok tidak ketulungan sama buku berseri adalah pemaksaan untuk membeli seluruh set. Padahal tidak semua buku menarik dan perlu kita baca. Buat apa kita numpuk buku yang hampir tidak perlu kita sentuh selama bertahun-tahun. Apalagi anak-anak yang biasanya hanya suka satu dua buku saja. Bahkan bisa jadi buku itu cuma jadi mainan tumpuk-tumpukan saja. Padahal kan itu buku harga jutaan!
Kalau kita memang membutuhkan satu sub tema tertentu, biasanya banyak buku keren yang akan membahas tema tersebut secara menyeluruh. Bahasannya akan lebih menyeluruh dibanding buku yang terlalu umum dan membahas banyak hal. Buku yang membahas banyak hal itu bagus jika dilengkapi dengan index, yang akan membantu anak mencari bacaan yang mereka butuhkan. Tapi sayang tidak semua anak mampu membaca index buku ini. Saya aja tahu soal index ini ketika di perguruan tinggi. Diajarkan khusus oleh ibu dosen saya yang di rumahnya punya rak buku yang bikin ngiler. Terima kasih Bu Ririn, itu ilmu yang sangat penting dan bermanfaat.
Buku-buku pilihan yang tematik lebih cocok untuk keluarga kami daripada buku berseri. |
#5 Bisa meminjam
Dan betulkah kita benar-benar harus memiliki buku itu sendiri?
Buat saya, kategori buku yang perlu dimiliki itu adalah buku-buku yang memang perlu sering dibaca dan menyimpan informasi yang menarik. Itu juga yang menyebabkan saya tidak suka meminjamkan buku pribadi pada orang lain. Karena sangatlah mengesalkan, saat kita perlu sebagai referensi tulisan, buku tersebut tidak ada di tempatnya. Saya bahkan akhirnya memutuskan membeli beberapa buku yang sebenarnya sudah saya baca berulang kali dengan cara meminjam, hanya karena pada akhirnya baru dapat uang hidayah bahwa memang buku tersebut perlu saya miliki sendiri.
Saya senang sekali ketika tahu buku-buku mahal ini bisa dipinjam di perpustakaan sekolah anak-anak. Ada juga beberapa tetangga sholehah yang mengijinkan buku mewahnya dipinjam. Beda dengan saya yang pelit. Maka dengan senang hati lah kami meminjam satu demi satu buku untuk dibaca tuntas. Kami meminjam seperlunya saja. Paling 2-3 buku anak-anak sudah bosan.
Yang paling seru adalah buku di perpustakaan Bapusibda. Di sana ada selusin lebih buku berseri yang harganya jutaan itu. Saran saya, sebelum memutuskan membeli sebuah buku, cobalah cek dulu isinya di perpustakaan. Bandingkan satu buku dengan buku yang lain. Nanti akan ketemu deh pilihan terbaik yang lebih bijak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak kita.
#6 Buku itu ada umurnya
Menurut saya buku itu gampang kuno. Bahkan buku-buku legendaris akan selalu dicetak ulang dengan pembaharuan di sana-sini agar tampil segar. Ganti cover lah, ganti layout lah, ganti jenis kertas lah, sehingga menarik mata yang baca. Buku-buku lama, apalagi yang tidak terawat dengan baik, mudah terlihat kusam.
Saya sebenarnya punya buku seri Enid Bylton yang seru-seru itu. Saya beli ketika saya SD di tahun 1980-an. Maunya sih, anak-anak ikut hanyut dalam kisah-kisah petualangan penulis Inggris ini. Tapi nyentuhnya saja mereka malas. Eh, pas di Gramedia, buku-buku ini dicetak ulang dengan kemasan baru. Lah, Sasya baru nangis-nangis pengen beli. Padahal di rumah yang versi tahun 1980-an di tolak mentah-mentah.
Menariknya sebuah buku ini penting banget buat anak-anak. Anak-anak lebih suka buku yang kertasnya masih kinclong, daripada buku lungsuran kakaknya. Ditambah lagi kemajuan ilmu itu sangat pesat di era digital seperti sekarang. Setiap tahun akan muncul buku-buku baru yang lebih baik dari sebelumnya. Terlebih untuk buku-buku ilmu pengetahuan.
Kemarin sempat juga baca kalau sebuah seri buku harga jutaan yang sempat dicintai sejuta umat, ternyata penulisnya menganut aliran yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Sebenarnya review tentang buku tersebut sudah banyak beredar sebelumnya. Di kenal sebagai buku yang mewah tapi kopong isinya. Tapi tetap saja saat itu banyak yang membelinya dengan bangga. Sekarang heboh deh para pembeli buku tersebut karena merasa nggak nyaman dengan buku mahal yang mereka beli itu. Duh kalau sudah begitu mau bagaimana? Masa buku harga jutaan mau dibuang hanya karena ketahuan penulisnya tidak sepaham dengan kita?
Sekedar saran, kalau mau buang buku yang sudah kuno, mending ke perpustakaan saja. Mungkin ada yang perlu membacanya.
#7 Yang bacanya hanya sedikit
Kalau menurut saya yang pelit ini, kok sayang ya kalau buku harga jutaan yang baca hanya satu atau dua anak. Apalagi kalau rentang umurnya di atas 5 tahun. Kayanya keburu kuno deh. Akan banyak buku-buku baru yang lebih inovatif muncul.
Buku jutaan itu saya sangat sarankan dibeli oleh perpustakaan sekolah yang memungkinkan dibaca oleh para siswanya. Bila perlu 1 kelas punya satu seri untuk disimpan di kelas dan bisa dinikmati oleh puluhan anak. Tentunya dengan belajar bertanggung-jawab untuk merawat buku tersebut.
Bisa juga untuk dimiliki oleh perpustakaan rumahan yang bisa dinikmati para tetangga. Atau bahkan boleh kalau mau disewakan. Saya jadi ingat, dulu waktu SD sempat membuka penyewaan buku yang cukup laris manis. Jadi nggak mubazir bukunya bulukan di rak buku.
Dan menurut saya pangsa pasar yang bagus lainnya untuk buku harga jutaan ini adalah para kakek dan nenek tercinta. Serius loh, ini pasar yang empuk banget. Mereka bisa membeli buku banyak seperti itu dan membagi ke cucu-cucunya untuk dibaca bergiliran. Apalagi kalau si kakek atau si nenek suka membacakan cerita. Bisa jadi daya tarik tersendiri untuk membuat para cucu semangat di ajak ke rumah kakek nenek. Soal nanti penagihan diberikan kepada anak mereka a.k.a orang tua si cucu, itu mah urusan lain.
Demikian 7 alasan mengapa saya belum membelikan buku harga jutaan untuk anak-anak. Sebenarnya semua buku itu tidak bisa di bilang direkomendasikan dibeli atau tidak. Karena semua tergantung selera dan kebutuhan masing-masing orang. Jadi yang penting, kenalilah kebutuhan bacaan anak-anak dan tidak membeli buku hanya karena banyak orang membeli buku tersebut.
Buat teman-teman yang punya buku berseri untuk anak yang harganya jutaan, boleh dong tahu alasannya membeli buku tersebut dan membagi reviewnya dalam kolom komentar. Supaya ada masukan lain yang berimbang. Nuhun...
Buat teman-teman yang punya buku berseri untuk anak yang harganya jutaan, boleh dong tahu alasannya membeli buku tersebut dan membagi reviewnya dalam kolom komentar. Supaya ada masukan lain yang berimbang. Nuhun...
Selamat membaca dan bersenang-senang…
36 komentar untuk "Mengapa Saya Belum Membelikan Buku Harga Jutaan Untuk Anak"
Waktu itu saya juga sempat mau ngeprint buku pelajaran anak-anak yang dari versi dikbud. Ternyata bukunya dijual di toko buku dengan harga belasan ribu. Itu lebih murah daripada nge-print sendiri. Saya mulai percaya hidup pas-pasan itu membuat otak kita lebih kreatip. Ha...ha...
Betul bahwa kebanyakan ibu yang beli cuma punya buku mahal itu di rumahnya. Karena tadinya ibu2 ini gak suka baca. Entahlah, mungkin karena ikut2an atau termakan promosi. Jujur, aku termasuk yang ngiler banget sama buku2 mahal itu, Mbak. Apalah daya, harganya gak terjangkau buat aku yang anggaran bukunya paling banyak 250 ribu/bulan. Tapi, Mbak, aku gak antipati sama yang beli buku mahal ini. Silakan saja, kalo mampu ya monggo kalo nggak ya jangan dipaksanan (ngutang). Hanya saja, sayang banget kalo anaknya beli buku mahal tapi ibunya gak baca buku.
Ngomong2, mau dong dibisikin penulis yang gak sejalan dengan isi buku yang ditulisnya itu? Hehehe
Seri Harun Yahya. Coba deh googling. Kaget juga saya baca komentar orang tentang orang itu.
Kalau saya alasannya pertama krn emang bl ada yg dipakai buat beli, msh ada kebutuhan lain yg mendesak.
Kedua, sbnrnya ngajarin anak gk mesti kasi buku bagus, tapi ibunya yg proaktif ngajarin.
Cuma emang ada buku bagus yg saya taksir sih, denger2 harganya 10 jt. Mungkin kalau emang pas ada rezekinya saya akan beli, tapi saat ini msh prioritaskan yg lain hehe.
Kita terpaksa beli buku yang murah-murah ((katanya)) tapi aku nyesel...karena tentu bukunya ga sesuai sama value keluarga kami.
Hiiks~~
Jadi kalo beli buku, ga usah laah ke BBW...di Rumah Buku banyaakk..apalagi Gramed.
MashaAllah..
Surga banget buat aku sama anak-anak.
Satu Hal yang aku suka dari Buku paketan in karena awet. Misal Halo Balita, di Toko Buku mungkin banyak yg sejenis. Tapi yang bahannya kaya HB belum pernah nemu. Bahkan HB yang versi dijual ecer di tokbuk pun beda materinya. Karena bahannya yg awet ini, meski anakku terpaut lima tahun masih bisa dipakai deh :)
Oia, kalau dari pengalamanku, punya Buku paketan ini malah jadi bikin kami hemat beli Buku, terutama untuk Anak. Soalnya tiap ke toko buku, dia lihat isinya, sekiranya mirip sama yang udah Ada di rumah, dia cuma bilang "ini sama kok, lagian di rumah udah banyak bukunya." Hehe.
Terus kalau aku sih cenderung lebih suka beli yang bisa untuk bahan belajar ortunya juga, nggak cuma buat anaknya. Misal siroh nabi.. jadi semangat bacanya, semangat juga nyeritain ke anak :).
Kalau itu sih versiku. Maaf kalau kepanjangan. Salam kenal :)
Buku2 mahal itu mending pinjem ke perpus aja.
Kalau beli buku, anak milih mana yang disuka, terus dari situ saya pilihin lagi yang layak (isi & harganya).
Jadi penasaran sama buku genius matematika, itu untuk umur berapa ya teh?
Btw bun boleh dong saya dikasih rekomendasi buku bagus untuk anak balita, yg mudah didapat di toko buku?
Sejujurnya sy masih mampu beli buku mahil, tapi suami sy agak perhitungan.
Kebayang deh kalo saya bilang pengen beliin anak buku harga jutaan.
Bisa berantem kita.
Sy emang galau tadinya.
Haturnuhun...
jd yaa tadi buku paketan dengan harga jutaan tidak selalu lebih baik dari buku murah yg ada ditoko buku, pilih buku sesuai kebutuhan dan sebelum beli kita harus tau isi bukunya sebagus apa sih
Tahukah bunda? Orang yang benar benar gila buku tidak mempersalahkan harga dan membandingan dengan buku lainnya
Orang yang gila buku akan memilih buku asli dari pad bajakan, ini sampel
Orang yg gila buku bisa tahu harga sesuai kualitas
Orang yg gila buku tidak membeli buku ibarat membeli sayur, bahkan orang beli sayur pun ada loh bund berpendapat biar mahal asal masih segar dan kulitasnya bagus.
Secara tidak lansung bunda mengiring opini untuk tidak membeli buku paketan yg kata bunda mahal dengan cara membandingkan
Dan bunda menekankan bahwa bunda mengapresiasi para penjual.
Politik kata itu melukai bunda 😁
"Sampe bilang harus beli bupet biar bisa dipajang dan tetangga liat kalo kita ni orang kaya bisa beli buku harga jutaan" sangat melukai hati para orang tua yg beli buku mahal, padahal mh sama aja niatnya buat dibacakan bukan buat pajangan wkwkwkk
Kalau dari pengalamanku memakai dan menjual buku ya... 'harga' memang selalu berkorelasi sama kualitas dari segi konflik, isi, ilustrasi, value, dan otomatis bahan.
Sesama penikmat buku kita tahu lah bahwa perjalanan buku sampai di tangan kita itu sangat panjang yaaa... Dan proses kreatif menulis itu sendiri butuh riset berapa lama?? Hahahaha belum pembiayaan fisik buku? Makanya Dee Lestari protes pas Penulis mau di pajekin. Hahahaha
Dulunya aku memang memakai tabungan untuk beli buku mahal. Tapi hasilnya terasa. Anakku akrab sama buku. Dan herannya nggak bosan. Malah hampir selalu diboyong ke kamar pas mau tidur. Dia bisa ceritain isi ilustrasi buku dengan tepat pas usia 32 bulan. Aku sendiri heran. Wkwkwkw apa anakku jadi nggak suka buku murah? Dia tetap melirik kok, tapi karena masalah bahan jadi gampang lusuh dan konten yang dia senangi, anak pilih model board book lebih enak dibuka sama dia dan konfliknya dia memang suka. Jadilah dia prefer ke buku board.
Apa semua buku di seri itu dibaca?
Ya yang kita punya kita baca bareng. Hari ini baca ini, besuk baca itu, dan itu memudahkan aku sebagai ortu buat menanam value yang kubutuhkan yang selanjutnya dipraktikkan di keseharian.
Apa anak trus punya buku favorit? Ya jelas lah punya sebagaimana kita orang dewasa juga punya buku favorit. Dan itu ngga masalah kan kalau misal ada buku tertentu yang paling sering dia baca.
Pakai buku murah apalagi bahan yang HVS harus hati hati ya karena sering robek kalau untuk batita. Sedangkan buku mahal kami pakai 1.5 tahun masih oke oke aja.
Untuk penikmat buku kita akan tau dan bisa menentukan buku mana yang perlu kita beli dan dengan harga berapa. Namun untuk pecinta buku pemula, yaaa sebaiknya lebih banyak menggali dulu bukunya. Karena itu aku jual buku murah dan mahal buku tema ini tempat itu supaya aku pun bisa menggali kebutuhan konsumen seperti apa dan bisa aku penuhi.
Soal beli buku. Aku ingin sampaikan 2 pandangan yang berbeda, satu bilang beli buku just in time, satu bilang buku itu kalau nggak kita baca sekarang bisa untuk anak cucu kita.
Yang satu dikatakan oleh orang yang butuh buku, bukan pecinta buku. Yang satu dikatakan oleh pecinta dan penulis buku. Apa keduanya benar? Tidak mesti. Tapi apa keduanya salah? Belum tentu.
Karena latar yang beda juga turut menentukan pandangan dan keputusan yang berbeda.
Tinggal kecenderungan kita kemana.
Dan yang paling penting adalah Kita tahu kebutuhan kita seperti apa? kita penuhi dengan cara apa.
Karena itu saat ini aq juga berusaha melakukan hal yang sama untuk anak2ku. Ketika aq merasa anakku butuh buku premium itu (insting dari orangtua mantan anak penikmat buku :) ), aq merelakan diri untuk tdk memenuhi kebutuhan2ku yg ga premier demi bisa membelikan anak2ku buku tersebut. Alhamdulillah di rumah sudah tersedia banyak buku2 premium :)
O iya...bedanya buku biasa dengan buku premium. Buku2 premium saya dulu, kini masih bisa dinikmati oleh anak2 saya. Sedangkan buku biasa yg saya miliki masa kecil...kalopun ada yg masih awet tapi kebanyakan sudah "menyedihkan" tampilannya. Sedangkan buku premium jaman dahulu, masih sangat bisa di baca dan "dibanggakan" ke anak2..."ini lho...dulu Umma tau soal Medusa dari buku ini, Nak".
Hehe gitu aja deh komen saya...